WELCOME TO MY BLOG

Kamis, 16 April 2015

MODEL PEMBELAJARAN




PENGERTIAN DAN MACAM-MACAM
MODEL PEMBELAJARAN

A.      Cooperative Learning
       Cooperative adalah mengerjakan sesuatu secara bersama-sama dan saling
membantu satu sama lain sebagai satu tim. Sedangkan Cooperative Learning dapat diartikan sebagai suatu kegiatan belajar secara bersama-sama, saling membantu antara satu sama lain dalam belajar dan memastikan bahwa setiap orang dalam kelompok mencapai tujuan atau tugas yang telah ditentukan sebelumnya. Pembelajaran kooperatif merupakan suatu pembelajaran kelompok dengan jumlah peserta didik 2-5 orang dengan gagasan untuk saling memotivasi antar anggotanya dan saling membantu agar tercapainya suatu tujuan pembelajaran yang maksimal.
       Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa Cooperative Learning adalah kegiatan yang menyangkut teknik pengelompokkan yang didalamnya siswa bekerja secara terarah pada tujuan belajar bersama dalam sebuah kelompok kecil yang umumnya tediri dari empat atau lima orang yang tingkat kemampuannya berbeda. Pembelajaran kooperatif merupakan salah satu bentuk pembelajaran yang berdasarkan faham konstruktivistik. Dalam menyelesaikan tugas kelompoknya, setiap siswa anggota kelompok harus saling bekerja sama dan saling membantu untuk memahami materi pelajaran. Dalam pembelajaran kooperatif belajar dikatakan belum selesai jika salah satu teman dalam kelompok belum menguasai bahan pelajaran.
Berbeda dengan model pembelajaran kompetisi dan individual learning yang menitikberatkan proses dan pencapaian belajar dan pembelajaran pada prestasi setinggi-tingginya yang siswa secara individual, model cooperative learning didasari oleh falsafah bahwa manusia adalah makhluk sosial. Oleh karena itu, model pembelajaran ini tidak mengenal kompetisi antar individu. Model ini juga tidak memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar dengan kecepatan dan iramanya sendiri. Sebaliknya, model ini menekankan kerjasama atau gotong royong sesama siswa dalam mempelajari materi pelajaran.
Ada dua kemungkinan kerjasama antar siswa dalam kelompok belajarnya, yaitu; koopertif dan kolaboratif.
a.         Kooperatif adalah kerjasama antara siswa yang berbeda tingkatan kemampuannya. Siswa dengan kemampuan yang lebih tinggi akan menularkan dan mendorong siswa yang lebih rendah kemampuannya.
b.        Kolaboratif adalah kerjasama antara siswa dengan kemampuan yang setingkat. Kedua pihak berbagi (share) pengalaman dan pengetahuan sehingga kedua belah pihak yang bekerjasama akan saling mengisi kekurangan sehingga saling melengkapi. Hasilnya, kedua pihak akan meningkatkan pengetahuannya masing-masing. 
1.        Unsur-unsur cooperative learning
Ada lima unsur dasar yang membedakan Cooperative Learning dengan kerja kelompok, yaitu:
a.    Akuntabilitas individual
b.    Interaksi tatap muka
c.    Keterampilan seusia
d.   Proses kelompok dan
e.    Saling ketergantungan yang positif (Gintings, 2008: 217).

2.        Tahapan-tahapan dalam menyelenggarakan cooperative learning
Berikut diberikan contoh tahapan penyelenggaraan pembelajaran dengan model cooperative learning. Contoh tahapan ini dapat dikembangkan oleh pendidik disesuaikan dengan materi yang diajarkan dan kondisi kelas.
a.         Mempelajari standar isi dan standar kompetensi siswa dan kurikulum untuk menentukan karakteristik masalah yang sesuai untuk digunakan sebagai bahan belajar dan pembelajaran
b.        Pelajari tingkat pengetahuan siswa untuk mempertimbangkan kompleksitas persoalan yang akan dijadikan bahan belajar dan pembelajaran
c.         Kelompokkan siswa ke dalam sejumlah kelompok. Upayakan kemampuan anggota kelompok heterogen agar terjadi kegiatan yang bersifat koopertaif dan kolaboratif.
d.        Tetapkan kegiatan yang harus dikerjakan oleh setiap kelompok dengan merujuk kepada hasil analisis kurikulum dan tingkat kemampuan siswa
e.         Lakukan penyusunan kelas meliputi penempatan media dan pengaturan tempat duduk
f.         Beri pengkondisian awal kepada siswa sebelum kegiatan kelompok dimulai meliputi :
a)      Perlunya kerjasama
b)      Apa yang harus dikerjakan oleh setiap kelompok
c)      Bagaimana mereka melakukan kegiatan
d)     Apa yang boleh dilakukan dan apa yang tidak boleh
e)      Waktu kegiatan
f)       Apa hasil yang harus mereka capai
g.        Siswa melaksanakan kegiatan belajar kelompok dengan mengikuti petunjuk guru. Sementara itu guru berkeliling untuk melakukan supervisi, dan memberikan motivasi agar siswa terlibat secara aktif dalam kegiatan, serta memfasilitasi kebutuhan siswa.
h.        Menutup kegiatan belajar dan pembelajaran dengan menyelenggarakan diskusi tentang hasil kegiatan setiap kelompok dan hasilnya. Dalam kegiatan ini guru berperan sebagai moderator dan sekaligus sebagai penilai
i.          Guru melakuakan penilaian terhadap hasil kegiatan siswa dan memberikan komentar serta pengarahan untuk ditindaklanjuti sebagai kegiatan pengayaan bagi siswa.
3.        Ciri-ciri dan tujuan pembelajaran cooperative learning
       Pembelajaran kooperativ merupakan model pembelajaran yang mengutamakan kerja sama antar siswanya untuk mencapai tujuan pembelajaran. Pembelajaran kooperativ mempunyai ciri-ciri antara lain:
a.         Siswa belajar dalam kelompok secara kerja sama
b.        Kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang dan rendah
c.         Jika dalam kelas terdapat siswa-siswa yang heterogen ras, suku, budaya, dan jenis kelamin, maka diupayakan agar tiap kelompok terdapat keheterogenan tersebut


       Di samping ciri-ciri tersebut pembelajaran kooperativ sendiri bertujuan untuk:
a.         Hasil belajar akademik
Meningkatkan kinerja siswa dalam tugas-tugas akademik. Pembelajaran       model ini dianggap unggul dalam membantu siswa dalam memahami konsep-konsep yang sulit.
b.        Penerimaan terhadap keragaman
Yaitu agar siswa menerima teman-temannya yang mempunyai berbagai macam latar belakang.
c.         Pengembangan keterampilan sosial
Yaitu untuk mengembangkan keterampilan sosial siswa diantaranya: berbagi tugas, aktif bertanya, menghargai pendapat orang lain, memancing teman untuk bertanya, mau mengungkapkan ide, dan bekerja dalam kelompok
Penguasaan keterampilan sosial dalam Cooperative Learning perlu dimiliki para siswa terutama dalam menyelesaikan tugas-tugas kelompok. Namun, karena para siswa baru saja ditempatkan dalam kelompok-kelompok dan diharapkan dapat menerapkan keterampilan sosial yang tepat, maka tidak secara otomatis mereka akan mampu menerapkannya dengan baik. Sedangkan dalam Cooperative Learning para siswa dituntut untuk memiliki kemampuan interaksi seperti mengajukan pendapat, mendengarkan opini teman, menampilkan kepemimpinan, kompromi, negoisasi dan klasifikasi secara teratur untuk menyelesaikan tugas-tugasnya. Oleh karena itu, untuk memenuhi persyaratan tersebut, guru perlu menerangkan dan mempraktekkan tingkah laku dan sikap-sikap interaksi sosial yang diharapkan untuk dilakukan.
4.        Penerapan pembelajaran cooperative
       Proses kelompok terjadi ketika anggota kelompok mendiskusikan seberapa baik mereka mencapai tujuan dan memelihara kerjasama yang efektif. Para siswa perlu mengetahui tingkat-tingkat keberhasilan pencapaian tujuan dan efektivitas kerjasama yang telah dilakukan.
       Untuk memperoleh informasi itu, para siswa perlu mengadakan perbaikan-perbaikan secara sistematis tentang bagaimana mereka telah bekerja sama sebagai satu tim dalam hal :

a.         Seberapa baik tingkat pencapaian tujuan kelompok;
b.        Bagaimana mereka saling membantu satu sama lain;
c.         Bagaimana mereka bersikap dan bertingkah laku positif, dan;
d.        Apa yang mereka butuhkan untuk melakukan tugas-tugas yang akan datang supaya lebih berhasil.
Sesuai dengan filosofi kontruktivisme, bahwa dalam proses pembelajaran guru tidak mendokrinasi gagasan saintifik, sehingga sistem perubahan gagasan siswa adalah siswa itu sendiri sedangkan guru hanya berperan sebagai fasilitator. Beberapa pola yang harus dikembangkan oleh guru yang mengacu kepada Cooperative Learning sesuai dengan filosofi kontruktivisme adalah :
a.         Guru mengarahkan siswa untuk melaksanakan diskusi kelompok
b.        Mendorong siswa untuk mengadakan penelitian sederhana lewat alat peraga yang dimanipulasi
c.         Guru mendorong siswa untuk melaksanakan kegiatan praktis dan memberi
peluang untuk mempertanyakan dan memodifikasi serta mempertajam gagasannya.

B.       Problem Based Learning
       Problem Based Learning (PBL) atau Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) adalah metode pengajaran yang bercirikan adanya permasalahan nyata sebagai konteks untuk para peserta didik belajar berfikir kritis dan keterampilan memecahkan masalah, dan memperoleh pengetahuan (Duch, 1995). Finkle dan Torp (1995) menyatakan bahwa PBM merupakan pengembangan kurikulum dan sistem pengajaran yang mengembangkan secara simultan strategi pemecahan masalah dan dasar-dasar pengetahuan dan keterampilan dengan menempatkan para peserta didik dalam peran aktif sebagai pemecah permasalahan sehari-hari yang tidak terstruktur dengan baik. Dua definisi di atas mengandung arti bahwa PBL atau PBM merupakan setiap suasana pembelajaran yang diarahkan oleh suatu permasalahan sehari-hari.
Dari pengertian tersebut maka dapat di tarik sebuah kesimpulan bahwa Problem Based Learning (PBL) merupakan metode pembelajaran yang mendorong siswa untuk mengenal cara belajar dan bekerjasama dalam kelompok untuk mencari penyelesaian masalah-masalah di dunia nyata. Simulasi masalah digunakan untuk mengaktifkan keingintahuan siswa sebelum mulai mempelajari suatu subyek. PBL menyiapkan siswa untuk berpikir secara kritis dan analitis, serta mampu untuk mendapatkan dan menggunakan secara tepat sumber-sumber pembelajaran.
Metode pembelajaran yang kurang efektif dan efisien, menyebabkan tidak seimbangnya kemampuan kognitif, afektif dan psikomotorik, misalnya pembelajaran yang monoton dari waktu ke waktu, guru yang bersifat otoriter dan kurang bersahabat dengan siswa sehingga siswa merasa bosan dan kurang minat belajar. Untuk mengatasi hal tersebut maka guru sebagai tenaga pendidik harus selalu meningkatkan kualitas profesionalismenya yaitu dengan cara memberikan kesempatan belajar kepada siswa dengan melibatkan siswa secara efektif dalam proses pembelajaran.
Keberhasilan pembelajaran dalam arti tercapainya standar kompetensi, sangat bergantung pada kemampuan guru mengolah pembelajaran yang dapat menciptakan situasi yang memungkinkan siswa belajar sehingga merupakan titik awal berhasilnya pembelajaran. Banyaknya teori dan hasil penelitian para ahli pendidikan yang menunjukkan bahwa pembelajaran akan berhasil bila siswa berpartisipasi aktif dalam proses pembelajaran. Atas dasar ini munculah istilah Cara Belajar Siswa Aktif ( CBSA ).
Dalam model pembelajaran Problem-based Learning, sering digunakan akronim PBL, belajar dan pembelajaran diorientasikan kepada pemecahan berbagai masalah terutama yang terkait dengan aplikasi materi pelajaran di dalam kehidupan nyata. Selama siswa melakukan kegiatan memecahkan masalah, guru berperan sebagai tutor yang akan membantu mereka mendefinisikan apa yang mereka tidak tahu adan apa yang mereka perlu ketahui untuk memahami dan atau memecahkan masalah (Newbledan Cannon, 111).
1.        Tahapan-tahapan dalam pemecahan masalah
Tahapan pemecahan masalah sangat bergantung pada kompleksitas masalahnya. Untuk masalah yang kompleks karena cakupan dan dimensinya sangat luas, maka langkah-langkah pemecahan masalah dengan pendekatan akademik dapat dilakukan. Permasalahan yang sederhana dengan cakupan dan dimensi yang relatif sempit dan praktis dapat dipecahkan dengan tahapan-tahapan yang sederhana dan praktis pula. Kedua jenis tahapan tersebut adalah sebagai berikut :
a.         Tahapan pemecahan masalah secara akademik
Secara akademik tahapan pemecahan masalah yang kompleks adalah sebagai berikut :
1)      Kesadaran akan adanya masalah
2)      Merumuskan masalah
3)      Membuta jawaban sementara atas masalah atau hipotesis
4)      Mengumpulkan data atau fakta-fakta
5)      Menganalisis data atau fakta-fakta sebagai pengujian hipotesa
6)      Membuat kesimpulan berdasarkan hasil pengujian hipotesa
7)      Membuat alternatif pemecahan masalah
8)      Menetapkan pilihan diantara alternatif pemecahan masalah
9)      Menyusun rencana upaya pemecahan masalah
10)  Melaksanakan upaya pemecahan masalah
11)  Mengevaluasi hasil pemecahan masalah
b.        Tahapan pemecahan masalah secara praktis
Tahapan pemecahan masalah yang lebih praktis adalah sebagai berikut :
1)      Kesadaran akan adanya masalah
2)      Merumuskan masalah
3)      Mencari alternatif pemecahan masalah
4)      Menetapkan pillihan diantara alternatif pemecahan masalah
5)      Melaksanakan pemecahan masalah
6)      Evaluasi hasil pemecahan masalah
2.        Pemecahan masalah sebagai pengambilan keputusan
Mencermati tahapan-tahapan pemecahan masalah baik yang bersifat akademik maupun yang bersifat lebih praktis, ada dua langkah atau tahapan yang ada di kedua pendekatan tersebut yaitu, perumusan masalah dan pemilihan alternatif pemecahan masalah. Ada dua hal yang perlu dikemukakan disini terkait dengan keterkaitan antara rumusan masalah dan penetapan pilihan pemecahan masalah pendekatan pengambilan keputusan sebagaimana dirumuskan berikut :
a.         Keterkaitan rumusan masalah dan pemecahan masalah
Ada empat kemungkinan hubungan antara rumusan masalah dan keputusan atau solusinya yakni :
1)      Kemungkinan 1: rumusan masalah benar dan pemecahan yang benar
2)      Kemungkinan 2: rumusan masalah benar tetapi pemecahannya salah
3)      Kemungkinan 3: rumusan masalah salah tetapi pemecahannya salah
4)      Kemungkinan 2: rumusan masalah dan pemecahannya salah
Mencermati keempat kemungkinan hubungan antara rumusan masalah berikut solusinya, maka dapat difahami mengapa perumusan masalah sangat penting dalam proses pembuatan keputusan dalam proses pemecahan atau solusi pemecahan dan sebuah masalah.
b.        Jenis-jenis pendekatan pengambilan keputusan
Pendekatan yang digunakan dalam pengambilan keputusan akan mempengaruhi langkah-langkah dan informasi yang diperlukan. Ada empat kemungkinan pendekatan yang digunakan dalam pengambilan keputusan yaitu :
1)      Keputusan yang didasarkan pada intuisi
2)      Keputusan yang didasarkan pada pengalaman
3)      Keputusan yang didasarkan pada kekuasaan
4)      Keputusan yang didasarkan pada fakta
Dari keempat pendekatan tersebut, hanya keputusan yang berdasarkan fakta yang merupakan keputusan bersifat akademik karena menggunakan fakta sehingga obyektif dan dapat dipertanggungjawabkan alasannya secara obyektif.
3.        Tahapan dalam penerapan Problem-based Learning
Berikut ini diberikan contoh tahapan yang dapat diterapkan dalam menyelenggarakan belajar dan pembelajaran dengan model PBL. Para guru dapat mengembangkan tahapan yang berbeda sesuai dengan permasalahan yang akan didiskusikan serta kondisi kelas.
a.         Mempelajari standar isi dan standar kompetensi siswa dan kurikulum untuk menentukan karakteristik masalah yang sesuai untuk digunakan sebagai bahan belajar dan pembelajaran
b.        Pelajari tingkat pengetahuan siswa untuk mempertimbangkan kompleksitas persoalan yang akan dijadikan bahan belajar dan pembelajaran
c.         Buatlah soal atau tugas yang berisi masalah yang harus dicarikan solusinya oleh siswa atau kelompok siswa dengan merujuk kepada hasil analisis kurikulum dan tingkat kemampuan siswa
d.        Beri pengkondisian awal kepada siswa sebelum diberi tugas masalah untuk dicarikan solusinya. Pengkondisian ini meliputi :
1)      Penjelasan tentang langkah-langkah dan penekatan dalam pemecahan masalah
2)      Kegiatan dan hasil yang harus mereka kerjakan berikut kriteria keberhasilannya seperti; waktu, prosedur yang harus ditempuh, ketersediaan data dan fakta, dan ruang lingkup solusi.
e.         Kegiatan diskusi atau pelaksanaan prosedur pemecahan masalah oleh siswa atau kelompok-kelompok siswa. Selama kegiatan ini berlangsung, guru berperan sebagai fasilitator dan tutor  diantaranya dengan memberikan bimbingan dan motivasi kepada siswa, mengingatkan kepada siswa tentang apa yang mereka ketahui dan apa yang belum mereka ketahui, mengingatkan apakah tahapan sudah benar, dan mendorong partisipasi siswa.
f.         Menutup kegiatan dengan menyelenggarakan diskusi tentang hasil pemecahan masalah. Jika kegiatan dilakukan berdasarkan kelompok, selenggarakan diskusi pleno dan minta setiap kelompok menyajikan hasil kegiatannya. Minta kelompok lain untuk menanggapi dan mengajukan pertanyaan untuk menguji hasil kegiatan pemecahan masalah dan kelompok yang sedang menyajikan hasil kegiatannya. Dalam kegiatan ini guru berperan sebagai moderator dan sekalligus sebagai penilai.
g.        Guru melakukan penilaian terhadap hasil kegiatan siswa dan memberikan komentar serta pengarahan untuk ditindak lanjuti sebagai kegiatan pengayaan bagi siswa.

C.      Service Learning
Maksud Service learning (National and Comunity service, 1993) ;
a.         Sebagai penghantar suatu kebutuhan komunitas, dan koordinasi dengan sekolah atau program pelayanan komunitas, dan dengan komunitas
b.        Membantu perkembangan tanggung jawab nasionalisme sebagai integrasi dan pengembangan kurikulum akademis pelajar atau program study meliputi struktur jadwal pelajar dan partisipasi untuk refleksi pengalaman pelayanan.
Dalam service learning pengorganisasian materi pembelajaran harus menekankan pada hal-hal sebagai berikut:
a.         Belajar berbasis masalah (Problem-Based Learning)
b.        Pengajaran otentik
c.         Belajar berbasis inquiri (Inquiry-Based Learning)
d.        Belajar berbasis proyek/Tugas (Project-Based Learning)
e.         Belajar berbasis kerja (Work-Based Learning)
f.         Belajar kooperatif (Cooperative Learning), dan
g.        Belajar berbasis jasa-layanan (Service Learning)
1.        Komponen kunci service learning
a.         Curicular Conection
b.        Student Voice
c.         Reflection
d.        Comunity Partnership
e.         Authentic Comunity Needs
f.         Assesement

D.      Accelerated Learning
Accelerated Learning (AL) adalah salah satu cara belajar alamiah yang diyakini mampu menghasilkan “tokoh orisinil” dalam menghadapi era kesemrawutan. Karena AL pada intinya adalah filosofi pembelajaran dan kehidupan yang mengupayakan demekanisasi dan memanusiakan kembali proses belajar, serta menjadikan pengalaman bagi seluruh tubuh, pikiran, dan pribadi.
Secara terminologi model pembelajaran Accelerated Learning (pembelajaran yang dipercepat) adalah suatu pola yang digunakan dalam pembelajaran yang di desain sedemikian rupa sehingga dapat menggugah kemampuan belajar peserta didik, serta membuat belajar lebih menyenangkan dan lebih cepat. Cepat disini diartikan dapat mempercepat penguasaan dan pemahaman materi pelajaran yang dipelajari, sehingga waktu yang dibutuhkan untuk belajar lebih cepat. Materi pelajaran yang sulit dibuat menjadi mudah, sederhana atau tidak bertele-tele sehingga tidak menjadi kejenuhan dalam belajar. Karena keberhasilan belajar tidak ditentukan atau diukur dari lamanya kita duduk untuk belajar tetapi ditentukan oleh kualitas cara belajar kita.
Pada intinya Accelerated Learning (pembelajaran yang dipercepat) adalah filosofi pembelajaran dan kehidupan yang mengupayakan demekanisasi dan memanusiawikan kembali proses belajar, serta menjadikannya pengalaman bagi seluruh tubuh, seluruh pikiran, dan seluruh pribadi. Oleh karena itu, Accelerated Learning (pembelajaran yang dipercepat) berusaha membentuk kembali sebagian besar keyakinan dan praktik yang membatasi, yang kita warisi dari masa lalu.
1.        Prinsip pokok pembelajaran Accelerated Learning (AL)
a.    Belajar melibatkan seluruh pikiran dan tubuh
            Belajar tidak hanya menggunakan “otak” (sadar, rasional, memakai “otak kiri”, dan verbal), tetapi juga melibatkan seluruh tubuh atau pikiran dengan segala emosi, indra dan sarafnya
b.      Belajar adalah berkreasi, bukan mengonsumsi
Pengetahuan bukanlah sesuatu yang diserap oleh peserta didik, melainkan sesuatu yang diciptakan oleh peserta didik.
c.    Kerja sama membantu proses belajar
Suatu komunitas belajar selalu lebih baik hasilnya dari pada beberapa individu yang belajar sendiri-sendiri. Kerja sama dapat menghilangkan hambatan mental akibat terbatasnya pengalaman dan cara pandang yang sempit
d.   Pembelajaran berlangsung pada banyak tingkatan secara simultan
Pembelajaran yang baik melibatkan orang pada banyak tingkatan secara simultan (sadar, dan bawah sadar, mental dan fisik) dan memanfaatkan seluruh saraf reseptor, indra dan tubuh seseorang.
e.    Belajar berasal dari mengerjakan pekerjaan itu sendiri (dengan umpan balik)
Belajar paling baik adalah belajar dalam konteks. Hal-hal yamg dipelajari secara terpisah akan sulit diingat dan mudah menguap. Kita belajar berenang dengan berenang, cara bernyanyi dengan bernyanyi dan lain sebagainya
f.     Emosi positif sangat membantu peserta didik
Perasaan menentukan kualitas dan juga kuantitas belajar seseorang. Perasaan negatif menghalangi belajar, dan perasaan positif mempercepatnya.
g.    Otak-citra menangkap informasi secara langsung dan otomatis
Sistem saraf manusia lebih merupakan prosesor citra dari pada prosesor kata. Gambar konkret jauh lebih mudah ditangkap dan disimpan dari pada prosesor kata.
2.        Pendekatan model pembelajaran Accelerated Learning (AL)
Pembelajaran tidak otomatis meningkat dengan menyuruh orang berdiri dan bergerak ke sana kemari. Akan tetapi menggabungkan gerakan fisik dengan aktivitas intelektual dan penggunaan semua indra dapat berpengaruh besar pada pembelajaran. Pemilik konsep ini, Dave Meier, menyarankan kepada guru agar dalam mengelola kelas menggunakan pendekatan, antara lain :
a.    Belajar somatis
            Belajar somatis berarti belajar dengan indra peraba, kinestetis, praktis-melibatkan fisik dan menggunakan serta menggerakkan tubuh sewaktu belajar. Untuk merangsang hubungan pikiran dan  tubuh, ciptakanlah suasana belajar yang dapat membuat orang bangkit dan berdiri dari tempat duduk dan aktif secara fisik dari waktu ke waktu
b.    Belajar auditori
Belajar auditori adalah belajar dengan berbicara dan mendengar. Dalam
merancang pembelajaran yang menarik bagi auditori yang kuat dalam
pembelajaran, carilah cara untuk mengajak peserta didik untuk
membicarakan apa yang sedang mereka pelajari. Ajak mereka berbicara
saat mereka memecahkan masalah, mengumpulkan informasi, membuat
tinjauan pengalaman belajar, atau menciptakan makna-makna pribadi bagi
diri merka sendiri. Disamping itu bisa juga dengan meminta peserta didik
untuk berpasang-pasangan memperbincangkan secara terperinci apa yang
baru saja mereka pelajari dan bagaimana mereka akan menerapkannya.
c.    Belajar visual
Belajar visual adalah belajar dengan mengamati dan menggambarkan. Ada
beberapa hal yang dapat guru manfaatkan untuk membuat pembelajaran
lebih visual, diantaranya adalah: bahasa yang penuh gambar, bahasa tubuh
yang dramatis, cerita yang hidup, peripheral ruangan, dekorasi berwarna
warni dan lain sebagainya
d.   Belajar intelektual
Yang dimaksud dengan “intelektual” disini bukanlah pendekatan belajar
tanpa emosi, tidak berhubungan, rasionalistis, “akademis”, dan terkotak
kotak, melainkan menunjukkan apa yang dilakukan peserta didik dalam
pikiran mereka secara internal ketika mereka menggunakan kecerdasan
untuk merenungkan suatu pengalaman dan menciptakan hubungan, makna,
rencana, dan nilai dari pengalaman tesebut. Aspek intelektual dalam
belajar akan terlatih jika guru mengajak peserta didik telibat dalam
aktivitas: memecahkan masalah, menganalisis pengalaman, melahirkan
gagasan kreatif, mencari dan menyaring informasi, merumuskan
pertanyaan dan menciptakan makna pribadi

E.       Project Based Learning
Model Pembelajaran Project Based Learning atau biasa disingkat PjBL adalah model pembelajaran yang menggunakan proyek/kegiatan sebagai media. Peserta didik melakukan eksplorasi, penilaian, interpretasi, sintesis, dan informasi untuk menghasilkan berbagai bentuk hasil belajar.
Pembelajaran Berbasis Proyek merupakan model belajar yang menggunakan masalah sebagai langkah awal dalam mengumpulkan dan mengintegrasikan pengetahuan baru berdasarkan pengalamannya dalam beraktivitas secara nyata. Pembelajaran Berbasis Proyek dirancang untuk digunakan pada permasalahan kompleks yang diperlukan peserta didik dalam melakukan insvestigasi dan memahaminya. Melalui PjBL, proses inquiry dimulai dengan memunculkan pertanyaan penuntun (a guiding question) dan membimbing peserta didik dalam sebuah proyek kolaboratif yang mengintegrasikan berbagai subjek (materi) dalam kurikulum. Pada saat pertanyaan terjawab, secara langsung peserta didik dapat melihat berbagai elemen utama sekaligus berbagai prinsip dalam sebuah disiplin yang sedang dikajinya. PjBL merupakan investigasi mendalam tentang sebuah topik dunia nyata, hal ini akan berharga bagi atensi dan usaha peserta didik.
Pada pembelajaran berbasis proyek memiliki beberapa karakteristik berikut ini, yaitu :
a.         Peserta didik membuat keputusan tentang sebuah kerangka kerja;
b.        Adanya permasalahan atau tantangan yang diajukan kepada peserta didik;
c.         Peserta didik mendesain proses untuk menentukan solusi atas permasalahan atau tantangan yang diajukan;
d.        Peserta didik secara kolaboratif bertanggungjawab untuk mengakses dan mengelola informasi untuk memecahkan permasalahan;
e.         Proses evaluasi dijalankan secara kontinyu;
f.         Peserta didik secara berkala melakukan refleksi atas aktivitas yang sudah dijalankan;
g.        Produk akhir aktivitas belajar akan dievaluasi secara kualitatif; dan
h.        Situasi pembelajaran sangat toleran terhadap kesalahan dan perubahan.
Peran pendidik atau guru dalam pembelajaran berbasis proyek sebaiknya sebagai fasilitator, pelatih, penasehat dan perantara untuk mendapatkan hasil yang optimal sesuai dengan daya imajinasi, kreasi dan inovasi dari siswa.
Beberapa hambatan dalam implementasi metode Pembelajaran Berbasis Proyek antara lain berikut ini.
a.         Pembelajaran Berbasis Proyek memerlukan banyak waktu yang harus disediakan untuk menyelesaikan permasalahan yang komplek.
b.        Banyak orang tua peserta didik yang merasa dirugikan, karena menambah biaya untuk memasuki system baru.
c.         Banyak instruktur merasa nyaman dengan kelas tradisional ,dimana instruktur memegang peran utama di kelas. Ini merupakan suatu transisi yang sulit, terutama bagi instruktur yang kurang atau tidak menguasai teknologi.
d.        Banyaknya peralatan yang harus disediakan, sehingga kebutuhan listrik bertambah.
Untuk itu disarankan menggunakan team teaching dalam proses pembelajaran, dan akan lebih menarik lagi jika suasana ruang belajar tidak monoton, beberapa contoh perubahan lay-out ruang kelas, seperti : traditional class (teori), discussion group (pembuatan konsep dan pembagian tugas kelompok), lab tables (saat mengerjakan tugas mandiri), circle (presentasi), atau buatlah suasana belajar menyenangkan, bahkan saat diskusi dapat dilakukan di taman, artinya belajar tidak harus dilakukan di dalam ruang kelas. Ada beberapa kelebihan dan kekurangan pada model pembelajaran Project Based Learning. Kelebihan dan kekurangan pada penerapan pembelajaran berbasis proyek antara lain sebagai berikut :
a.         Keuntungan Pembelajaran Berbasis Proyek
a)    Meningkatkan motivasi belajar peserta didik untuk belajar, mendorong kemampuan mereka untuk melakukan pekerjaan penting, dan mereka perlu untuk dihargai.
b)   Meningkatkan kemampuan pemecahan masalah.
c)    Membuat peserta didik menjadi lebih aktif dan berhasil memecahkan problem-problem yang kompleks
d)   Meningkatkan kolaborasi
e)    Mendorong peserta didik untuk mengembangkan dan mempraktikkan keterampilan komunikasi.
f)    Meningkatkan keterampilan peserta didikdalam mengelola sumber.
g)   Memberikan pengalaman kepada peserta didik pembelajaran dan praktik dalam mengorganisasi proyek, dan membuat alokasi waktu dan sumber-sumber lain seperti perlengkapan untuk menyelesaikan tugas
h)   Menyediakan pengalaman belajar yang melibatkan peserta didik secara kompleks dan dirancang untuk berkembang sesuai dunia nyata
i)     Melibatkan para peserta didik untuk belajar mengambil informasi dan menunjukkan pengetahuan yang dimiliki, kemudian diimplementasikan dengan dunia nyata
j)     Membuat suasana belajar menjadi menyenangkan, sehingga peserta didik maupun pendidik menikmati proses pembelajaran.
b.        Kelemahan Pembelajaran Berbasis Proyek
a)    Memerlukan banyak waktu untuk menyelesaikan masalah
b)    Membutuhkan biaya yang cukup banyak.
c)    Banyak instruktur yang merasa nyaman dengan kelas tradisional,    dimana instruktur memegang peran utama di kelas.
d)   Banyaknya peralatan yang harus disediakan
e)    Peserta didik yang memiliki kelemahan dalam percobaan dan pengumpulan informasi akan mengalami kesulitan
f)     Ada kemungkinan peserta didikyang kurang aktif dalam kerja kelompok
g)    Ketika topik yang diberikan kepada masing-masing kelompok berbeda, dikhawatirkan peserta didik tidak bisa memahami topik secara keseluruhan.
       Dalam pelaksanaan Pembelajaran Berbasis Proyek/Project Based Learning ada beberapa peran bagi guru/pendidik dan peserta didik dalam pelaksanaan Pembelajaran Berbasis Proyek, antara lain :
1.        Peran Guru
a.    Merencanakan dan mendesain pembelajaran
b.   Membuat strategi pembelajaran
c.    Membayangkan interaksi yang akan terjadi antara guru dan siswa
d.   Mencari keunikan siswa
e.    Menilai siswa dengan cara transparan dan berbagai macam penilaian
f.    Membuat portofolio pekerjaan siswa.
2.        Peran Peserta Didik
a.    Menggunakan kemampuan bertanya dan berpikir
b.    Melakukan riset sederhana
c.    Mempelajari ide dan konsep baru
d.   Belajar mengatur waktu dengan baik
e.    Melakukan kegiatan belajar sendiri/kelompok
f.     Mengaplikasikan hasil belajar lewat tindakan
g.    Melakukan interaksi sosial (wawancara, survey, observasi, dll).
Penilaian pembelajaran dengan metode Project Based Learning harus diakukan secara menyeluruh terhadap sikap, pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa dalam melaksanakan pembelajaran berbasis proyek. Penilaian pembelajaran berbasis proyek dapat menggunakan teknik penilaian yang dikembangkan oleh Pusat Penilaian Pendidikan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yaitu penilaian proyek atau penilaian produk.

F.       Quantum Learning
Quantum learning ialah pengajaran yang dapat mengubah suasana belajar yang menyenangkan serta mengubah kemampuan dan bakat alamiah siswa menjadi cahaya yang akan bermanfaat bagi mereka sendiri dan bagi orang lain. Quantum learning merupakan orkestrasi bermacam-macam interaksi yang di dalam dan sekitar momen belajar atau suatu pembelajaran yang mempunyai misi utama untuk mendesain suatu proses belajar yang menyenangkan yang disesuaikan dengan tingkat perkembangan siswa. Interaksi-interaksi ini mencakup unsur-unsur untuk belajar efektif yang mempengaruhi kesuksesan siswa.
Quantum learning ialah kiat, petunjuk, strategi, dan seluruh proses belajar yang dapat mempertajam pemahaman dan daya ingat, serta membuat belajar sebagai suatu proses yang menyenangkan dan bermanfaat. Quantum learning bisa dikatakan sebagai penerapan cara belajar baru yang lebih melihat kemampuan siswa berdasarkan kelebihan atau kecerdasan yang dimilikinya. Quantum berarti percepatan atau lompatan. Kerangka pemikiran yang dibangun oleh ciri pembelajaran quantum learning ini adalah adanya sikap positif yang dibangun dalam diri siswa, dengan meyakinkan siswa bahwa setiap manusia mempunyai kekuatan pikiran yang tidak terbatas.
Tokoh utama di balik Quantum Learning adalah Bobbi DePorter. ia perintis, pencetus dan pengembang utama Quantum Learning. Sejak tahun 1982 DePorter mematangkan dan mengembangkan gagasan Quantum Learning di SuperCamp. Dengan dibantu oleh teman-temannya, terutama Eric Jansen, Greg Simmons, Mike Hernacki, Mark Reardon dan Sarah Singer Nouric, DePorter secara terprogram dan terencana mengujicoba gagasan-gagasan Quantum Learning kepada para remaja di SuperCamp salama tahuan awal 1980-an.  DePorter menjelaskan bahwa metode ini dibangun berdasarkan pengalaman dan penelitian terhadap 2.500 siswa dan sinergi pendapat ratusan guru di SuperCamp. Prinsip-prinsip dan metode-metode Quantum Learning ini dibentuk di SuperCamp.
Pada tahap awal perkembangannya, Quantum Learning dimaksudkan untuk membantu meningkatkan  keberhasilan hidup dan karier para remaja dirumah tetapi lama kelamaan orang menginginkan DePorter untuk mengadakan program-program Quantum Learning bagi orang tua siswa. Hal ini menunjukkan bahwa falsafah dan metodologi pembelajaran yang bersifat umum, tidak secara khusus diperuntukkan bagi pengajaran di sekolah
Dalan quantum learning, guru sebagai pengajar tidak hanya memberikan bahan ajar, tetapi juga memberikan motivasi kepada siswanya, sehingga siswa merasa bersemangat dan timbul kepercayaan dirinya untuk belajar lebih giat dan dapat melakukan hal-hal positif sesuai dengan tipe kecerdasan yang dimilikinya. Cara belajar yang diberikan kepada siswa pun harus menarik dan bervariasi, sehingga siswa tidak merasa jenuh untuk menerima materi pelajaran.
1.        Prinsip-prinsip quantum learning
Quantum learning memiliki lima prinsip atau kebenaran tetap. Prinsip-prinsip ini dianggap sebagai chord dasar dari simponi belajar seorang guru. Prinsip-prinsip tersebut adalah sebagai berikut :
a.       Segalanya berbicara
Segalanya dari lingkungan kelas hingga bahasa tubuh guru, dan kertas yang guru bagikan hingga rancangan pelajaran guru, semuanya mengirim pesan tentang belajar.
b.      Segalanya bertujuan
Semua yang terjadi dalam pengubahan guru mempunyai tujuan. Tujuannya tidak lain adalah mewujudkan pembelajaran dan pencapaian quantum learning.
c.       Pengalaman sebelum pemberian nama
Otak kita berkembang pesat dengan adanya rangsangan kompleks yang akan menggerakkan rasa ingin tahu kita. Oleh karena itu, proses belajar paling baik terjadi ketika siswa telah mengalami informasi  sebelum memperoleh nama-nama untuk apa yang mereka pelajari.



d.      Akui setiap usaha
Belajar mengandung risiko. Belajar berarti melangkah keluar dari kenyamanan. Pada saat siswa mengambil langkah itu, mereka patut mendapat pengakuan atas kecakapan dan kepercayaan diri mereka.
e.       Jika layak dipelajari, layak pula dirayakan
Perayaan adalah sarapan pelajar sang juara. Perayaan adalah umpan balik mengenai kemajuan dan meningkatkan asosiasi emosi positif dengan belajar.
Sedangkan konsep kunci dalam quantum learning dari berbagai teori dan strategi belajar yang digunakan antara lain :
1)        Teori otak kanan
2)        Teori otak triune (3 in 1)
3)        Pilihan modalitas (visual, auditorial dan kinestetik)
4)        Teori kecerdasan ganda
5)        Pendidikan holistic (menyeluruh)
6)        Belajar berdasarkan pengalaman
7)        Belajar dengan simbol (metaphoric learning)
8)        Simulasi/permainan
9)        Peta pikiran (mind mapping)
Sealain beberapa konsep tersebut, ada beberapa unsur-unsur penting dari metode quantum learning. Sebab, pada dasarnya, metode ini sama dengan sebuah simponi. Unsur-unsur dalam quantum learning model terdapat dalam dua kategori, yaitu konteks dan isi. Guru sebagai konduktor dari siswa-siswa yang sedang belajar harus mengubah banyak bagian. Bagian konteks meliputi pengubahan suasana, landasan, lingkungan dan rancangan belajar. Sedangkan bagian isi meliputi pengubahan penyajian informasi/materi, fasilitas, keterampilan belajar untuk belajar, dan keterampilan hidup.
2.        Aplikasi model quantum learning
Langkah-langkah praktis pembelajaran melalui konsep quantum learning menurut De Porter, Bobbi, dan Mike Hernachi (2009) adalah sebagai berikut :


a.         Kekuatan ambak
Ambak adalah motivasi yang didapat dari pemilihan secara mental antara manfaat dan akibat-akibat suatu keputusan. Motivasi sangat diperlukan dalam belajar karena dengan adanya motivasi maka keinginan untuk belajar akan selalu ada. Pada langkah ini, siswa akan diberi motivasi oleh guru agar siswa dapat mengidentifikasi dan mengetahui manfaat atau makna dari setiap pengalaman atau peristiwayang dilaluinya dalam hal ini adalah proses belajar.
b.        Penataan lingkungan belajar
Dalam proses belajar dan mengajar, diperlukan penataan lingkungan yang dapat membuat siswa merasa aman dan nyaman. Perasaan aman dn nyaman ini akan menumbuhkan konsentrasi belajar siswa yang baik. Dengan penataan lingkungan belajar yang tepat juga dapat mencegah kebosanan dalam diri siswa.
c.         Memupuk sikap juara
Memupuk sikap juara perlu dilakukan untuk lebih memacu dalam belajar siswa, seorang guru hendaknya jangan segan-segan untuk memberikan pujian tau hadiah pada siswa yang telah berhasil dalam belajarnya, tetapi jangan pula mencemooh siswa yang belum mampu menguasai materi. Dengan memupuk sikap juara ini siswa akan merasa lebih dihargai.
d.        Bebaskan gaya belajarnya
Ada berbagai macam gaya belajar yang dipunyai oleh siswa, gaya belajar tersebut yaitu : visual, auditorial, dan kinestetik. Dalam quantum learning, guru hendaknya memberikan kebebasan dalam belajar pada siswanya dan janganlah terpaku pada gaya belajarnya saja.
e.         Membiasakan mencatat
Belajar akan benar-benar dipahami sebagai aktivitas kreasi ketika siswa tidak hanya bisa menerima, melainkan bisa mnegungkapkan kembali apa yang didapatkan menggunakan bahasa hidup dengan cara dan ungkapan sesuai gaya belajar siswa itu sendiri. Hal tersebut dapat dilakukan dengan memberikan simbol-simbol atau gambar yang mudah dimengerti oleh siswa itu sendiri, simbol-simbol tersebut dapat berupa tulisan atau yang lainnya.

f.         Membiasakan membaca
Salah satu aktivitas yang cukup penting adalah membaca. Karena dengan membaca akan menambabh perbendaharaan kata, pemahaman, menambah wawasan dan daya ingat. Seorang guru hendaknya membiasakan siswa untuk membaca, baik buku pelajaranmaupun buku-buku yang lain.
g.        Jadikan anak lebih kreatif
Siswa yang kreatif adalah siswa yang ingin tahu, suka mencoba, dan senang bermain. Dengan adanya sikap kreatif yang baik, siswa akan mampu menghasilkan ide-ide yang segar dalam belajarnya.
h.        Melatih kekuatan memori
Kekuatan memori sangat diperlukan dalam belajar anak, sehingga siswa perlu dilatih untuk mendapatkan kekuatan memori yang baik.
3.        Contoh  Skenario Model Quantum Learning
Ø Kegiatan pendahuluan :
a.       Guru melakukan apersepsi dengan pertanyaan pada materi model-model pembelajaran
b.      Memberi pertanyaan kepada siswa tentang cakupan materi dari model-model pembelajaran
Ø Kegiatan inti :
a.       Mentraasfer jawaban siswa dalam bentuk peta konsep
b.      Memperbaiki peta konsep yang belum terstruktur menjadi terstuktur
c.       Setelah peta konsep jadi, memberi tugas kepada siswa untuk membuat peta konsep secara berkelompok berdasarkan sub-sub materi
d.      Membagi siswa menjadi beberapa kelompok, kemudian siswa kerja kelompok untuk membuat peta konsep
e.       Guru keliling untuk memberi penjelasan jika ada kelompok yang bertanya selama siswa menyusun peta konsep
f.       Wakil-wakil kelompok maju untuk mempresentasikan hasil kerjanya. Sementara itu kelompok lain diberi kesempatan untuk memberi tanggapan dan masukan
g.      Menjelaskan tentang materi yang belum dipahami siswa

Ø Kegiatan Penutup :
a.       Memberikan masukan tentang hasil pekerjaan siswa
b.      Postest
c.       Memberi kesempatan siswa untuk memberi masukan tentang cara pmbelajaran yang dilakukan guru sebagai evaluasi pembelajaran pada pertemuan berikutnya.
4.        Kerangka Rancangan Belajar Quantum Learning
a.    Tumbuhkan: Tumbuhkan minat, motivasi, empati, simpati dan harga diri dengan memuaskan “Apakah Manfaat BagiKU” (AMBAK), dan manfaatkan kehidupan siswa.
b.    Alami: Hadirkan pengalaman umum yang dapat di mengerti dan dipahami semua pelajar
c.    Namai: Sediakan kata kunci, konsep,model, rumus, strategi sebuah masukan
d.   Demonstrasikan: Sediakan kesempatan bagi siswa untuk menunjukkan bahwa mereka tahu dan ingat setiap siswa memiliki cara yang berbeda dalam menyelesaikan pekerjaan
e.    Ulangi: Tunjukkan siswa cara-cara mengulang materi dan menegaskan “Aku tahu dan memang tahu ini”. Sekaligus berikan kesimpulan
f.     Rayakan: Pengakuan untuk penyelesaian, partisipasi, dan pemerolehan ketrampilan dan ilmu pengetahuan.

G.      Integrated Learning
       Integrated Learning atau pembelajaran terintergrasi/terpadu, yaitu suatu pembelajaran yang memadukan berbagai materi dalam satu sajian pembelajaran. Inti pembelajaran ini adalah agar siswa memahami keterkaitan antara satu materi dengan materi lainnya, antara satu mata pelajaran dengan mata pelajaran lain. Dari integrated learning inilah muncul istilah integrated curriculum (kurikulum terintegrasi/terpadu). Karakteristik kurikulum terintegrasi antara lain: adanya keterkaitan antar mata pelajaran dengan tema sebagai pusat keterkaitan, menekankan pada aktivitas kongkret atau nyata, memberikan peluang bagi siswa untuk bekerja dalam kelompok. Selain memberikan pengalaman untuk memandang sesuatu dalam perspektif keseluruhan, juga memberikan motivasi kepada siswa untuk bertanya dan mengetahui lebih lanjut mengenai materi yang dipelajarinya.
       Integrated curriculum atau sering dikenal dengan istilah interdisciplinary teaching, thematically teaching, dan synergetic teaching memberi kesempatan kepada siswa untuk belajar melihat keterkaitan antar mata pelajaran dalam hubungan yang berarti dan kontekstual bagi kehidupan nyata.

1.        Prinsip-prinsip pembelajaran terpadu
a.       Prinsip penggalian tema antara lain :
a)    Tema hendaknya tidak terlalu luas, namun dengan mudah dapat digunakan memadukan banyak bidang studi
b)   Tema harus bermakna artinya bahwa tema yang dipilih untuk dikaji harus memberikan bekal bagi siswa untuk belajar selanjutnya
c)    Tema harus disesuaikan dengan tingkat perkembangan psikologis anak.
d)   Tema yang dikembangkan harus mampu mewadahi sebagian besar minat anak
e)    Tema yang dipilih hendaknya mempertimbangkan peristiwa-peristiwa otentik    yang terjadi dalam rentang waktu belajar,
f)     Tema yang dipilih hendaknya mempertimbangkan kurikulum yang berlaku, serta harapan dari masyarakat
g)   Tema yang dipilih hendaknya juga mempertimbangkan ketersediaan sumber belajar.
b.      Prinsip pelaksanaan terpadu di antaranya :
a)    Guru hendaknya jangan menjadi “single actor “ yang mendominasi pembicaraan dalam proses belajar mengajar
b)   Pemberian tanggung jawab individu dan kelompok harus jelas dalam setiap tugas  yang menuntut adanya kerjasama kelompok
c)    Guru perlu akomodatif terhadap ide-ide yang terkadang sama sekali tidak terpikirkan dalam poses perencanaan.

c.       Prinsip evaluatif adalah :
a)    Memberi kesempatan kepada siswa untuk melakukan evaluasi diri di samping bentuk evaluasi lainnya
b)   Guru perlu mengajak siswa untuk mengevaluasi perolehan belajar yang telah dicapai berdasarkan kriteria keberhasilan pencapaian tujuan yang telah disepakati dalam kontrak
d.      Prinsip reaksi
Dampak pengiring (nuturan efek) yang penting  bagi perilaku secara sadar belum tersentuh oleh guru dalam kegiatan belajar mengajar. Karena itu, guru dituntut agar mampu merencanakan dan melaksanakan pembelajaran sehingga tercapai secara tuntas tujuan-tujuan pembelajaran. Guru harus bereaksi terhadap reaksi siswa dalam semua “event “ yang tidak diarahkan ke aspek yang sempit tetapi ke suatu kesatuan utuh dan bermakna.
Waktu pembelajaran terpadu bisa bermacam-macam yaitu :
a)    Pembelajaran terpadu yang dilaksanakan pada waktu tertentu, yaitu apabila materi yang dijalankan cocok sekali diajarkan secara terpadu;
b)   Pembelajaran terpadu bersifat temporer, tanpa kepastian waktu dan bersifat situasional, dimana pelaksanaannya tidak mengikuti jadwal yang teratur, pelaksanaan pembelajaran terpadu secara spontan memiliki karakteristik dengan kegiatan belajar sesuai kurikulum yang isinya masih terkotak-kotak berdasarkan mata pelajaran. Walaupun demikian guru tetap harus merencanakan keterkaitan konseptual atau antar pelajaran, dan model jaring laba-laba memungkinkan dilaksanakan dengan pembelajaran terpadu secara spontan (tim pengembang PGSD, 1996)
c)     Ada pula yang melaksanakan pembelajaran terpadu secara periodik, misalnya setiap akhir minggu, atau akhir catur wulan. Waktu-waktunya telah dirancang secara pasti
d)    Ada pula yang melaksanakan pembelajaran terpadu sehari penuh. Selama satu hari tidak ada pembelajaran yang lain, yang ada siswa belajar dengan yang diinginkan. Siswa sibuk dengan urusannya masing-masing.
       Pembelajaran ini dikenal dengan istilah “integrated day “ atau hari terpadu. Diawali dengan kegiatan pengelolaan kelas yang meliputi penyiapan aspek-aspek kegiatan belajar, alat-alat, media dan peralatan lainnya yang dapat menunjang terlaksananya pembelajaran terpadu. Dalam tahap perencanaan guru memberikan arahan kepada murid tentang kegiatan yang akan dilaksanakan, cara pelaksanaan kegiatan, dan cara siswa memperoleh bantuan guru.
       Implikasi dari pembelajaran terpadu, bentuk hari terpadu, guru harus menentukan waktu maupun jumlah hari untuk pelaksanaan kegiatan tersebut dan dapat diisi dengan kegiatan pembelajaran terpadu model jaring laba-laba. Pembelajaran terpadu yang terbentuk dari tema sentral.
       Implementasinya menuntut dilakukannya pengorganisasian kegiatan yang telah terstruktur. Pengorganisasian pada awal kegiatan mencakup penentuan tema dengan mempertimbangkan alat, bahan, dan sumber yang tersedia, jenis kegiatan serta cara guru membantu siswa. Untuk pelaksanaanya guru bekerjasama dengan guru kelas lainnya dalam merancang kegiatan belajar mengajar dengan memilih tema sentral transportasi dalam kehidupan.
2.        Ciri-ciri pembelajaran terpadu
       Hilda Karli dan Margaretha (2002:15) mengemukakan beberapa ciri pembelajaran terpadu, yaitu sebagai berikut:
a.         Holisti
Suatu peristiwa yang menjadi pusat perhatian dalam pembelajaran terpadu dikaji dari beberapa bidang studi sekaligus untuk memahami suatu fenomena dari segala sisi.
b.        Bermakna
Keterkaitan antara konsep-konsep lain akan menambah kebermaknaan konsep yang dipelajari dan diharapkan anak mampu menerapkan perolehan belajarnya untuk memecahkan masalah-masalah nyata di dalam kehidupannya.


c.         Pembelajaran terpadu dikembangkan melalui pendekatan diskoveri-inquiri
Peserta didik terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran yang secara tidak langsung dapat memotivasi anak untuk belajar.
       Sejalan dengan itu, Tim Pengembang PGSD (1977:7) mengemukakan bahwa pembelajaran terpadu memiliki ciri-ciri berikut ini.
a.         Berpusat pada anak
b.        Memberikan pengalaman langsung pada anak
c.         Pemisahan antara bidang studi tidak begitu jelas
d.        Memyajikan konsep dari berbagai bidang studi dalam suatu proses pembelajaran.
e.        Bersikap luwes
f.          Hasil pembelajaran dapat berkembang sesuai dengan minat dan kebutuhan anak.
3.        Model-model pembelajaran terpadu
a.         Model Fragmented
Pembelajaran konvensional yang memisahkan disiplin ilmu atas beberapa materi pelajaran, tanpa adanya usaha untuk mengintegrasikan materi pelajaran.
b.        Model Connected
Materi pelajaran tertentu dapat disatukan pada induk materi pelajatran tertentu sehingga menjadi keutuhan dalam membentuk kemampuan dan menata butir-butir pembelajaran dan proses pembelajaran secara terpadu
c.         Model Nested
Pemaduan berbagai bentuk penguasaan konsep keterampilan melalui sebuah kegiatan dengan mengembangkan daya imajinasi dan berfikir logis untuk menunjukan bentuk kemampuan keterampilan tertentu
d.        Model Sequenced
 Model pemaduan topik-topik antar pelajaran yang berbeda secara paralel dengan cara mengajarkan materi yang memiliki kesamaan dalam upaya mengutuhkan materi tersebut.
e.        Model Shared
Pemaduan pembelajaran akibat adanya “overlapping” konsep atau ide pada dua materi pelajaran atau lebih sehingga menjadi konsep yang utuh yang dapat menuntun siswa dalam membuka wawasan dan cara berfikir yang luas dan mendalam melalui pemahaman terhadap konsep secara lintas disiplin ilmu.
f.          Model Webbed
Kegiatan pembelajaran yang memilki keterkaitan materi yang secara metodologis dapat dipadukan dengan memilih dan memilah tema/pokok bahasan
g.         Model Theared
Merupakan pendekatan pembelajaran yang ditempuh dengan mengembangkan gagasan pokok, yang berfokus pada meta-curriculum.
h.        Model Integrated
Pemaduan sejumlah topik dari mata pelajaran yang berbeda tetapi esensinya sama.
i.           Model Immersed
Model ini dirancang untuk membantu siswa dalam menyaring dan memadukan berbagai pengalaman dan pengetahuan dihubungkan dengan dengan medan pemakaiannya melalui pengintegrasian semua data dari setiap bidang studi dan disiplin dengan mengkaitkan gagasan-gagasan melalui minatnya.
j.          Model Networked
Model pembelajaran yang mengendalikan kemungkinan pengubahan konsepsi, bentuk pemecahan masalah, maupun tuntutan bentuk keterampilan baru setelah siswa mengadakan studi lapangan dalam situasi, kondisi, maupun konteks yang berbeda.
4.        Kelebihan dan kekurangan pembelajaran Integrated Learning
       Pembelajaran terpadu memiliki kelebihan dibandingkan dengan pendekatan konvensional, yaitu sebagai berikut.
a.         Pengalaman dan kegiatan belajar peserta didik akan selalu relevan dengan tingkat perkembangan anak.
b.        Kegiatan yang dipilih dapat disesuaikan dengan minat dan kebutuhan peserta didik.
c.         Seluruh kegiatan belajar lebih bermakna bagi peserta didik sehingga hasil belajar akan dapat bertahan lebih lama.
d.        Pembelajaran terpadu menumbuhkembangkan keterampilan berpikir dan sosial peserta didik.
e.        Pembelajaran terpadu menyajikan kegiatan yang bersifat pragmatis dengan permasalahan yang sering ditemui dalam kehidupan/lingkungan riil peserta didik.
f.          Jika pembelajaran terpadu dirancang bersama, dapat meningkatkan kerja sama antar guru bidang kajian terkait, guru dengan peserta didik, peserta didik dengan peserta didik, peserta didik/guru dengan nara sumber; sehingga belajar lebih menyenangkan, belajar dalam situasi nyata, dan dalam konteks yang lebih bermakna
       Di samping ada kelebihan di atas, pembelajaran terpadu memiliki kelemahan, terutama dalam pelaksanaannya, yaitu pada perancangan dan pelaksanaan evaluasi yang lebih banyak menuntut guru untuk melakukan evaluasi proses, dan tidak hanya evaluasi dampak pembelajaran langsung saja. Puskur, Balitbang Diknas (ttg:9) mengidentifikasi beberapa kelemahan pembelajaran terpadu antara lain dapat ditinjau dari beberapa aspek, yaitu sebagai berikut.
a.          Aspek Guru
Guru harus berwawasan luas, memiliki kreativitas tinggi, keterampilan metodologis yang handal, rasa percaya diri yang tinggi dan berani mengemas dan mengembangkan materi. Secara akademik, guru dituntut untuk terus menggali informasi ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan materi yang akan diajarkan dan banyak membaca buku agar penguasaan bahan ajar tidak terfokus pada bidang kajian tertentu saja
b.        Aspek Peserta Didik
Pembelajaran terpadu memerlukan bahan bacaan atau sumber informasi yang cukup banyak dan bervariasi, mungkin juga fasilitas internet. Semua ini akan menunjang, memperkaya, dan mempermudah pengembangan wawasan. Bila sarana ini tidak dipenuhi, maka penerapan pembelajaran terpadu juga akan terlambat
c.         Aspek Kurikulum
Kurikulum harus luwes, berorientasi pada pencapaian ketuntasan pemahaman peserta didik (bukan pada pencapaian target penyampaian materi). Guru perlu diberi kewenangan dalam mengembangkan materi, metode, penilaian keberhasilan pembelajaran peserta didik.
d.        Aspek Penilaian
Pembelajaran terpadu memerlukan cara penilaian yang menyeluruh (komprehensif), yaitu menetapkan keberhasilan belajar peserta didik dari beberapa bidang kajian terkait yang dipadukan.
e.        Aspek Suasana Pembelajaran
Pembelajaran terpadu berkecenderungan mengutamakan salah satu bidang kajian dan ‘tenggelam’nya bidang kajian lain. Dengan kata lain, pada saat mengerjakan sebuah tema, maka guru berkecenderungan menekankan atau mengutamakan substansi gabungan tersebut sesuai dengan pemahaman, selera, dan latar belakang pendidikan guru itu sendiri.
5.        Pentingnya pembelajaran terpadu diterapkan di tingkat Sekolah Dasar
       Piaget mengemukakan bahwa perkembangan intelektual anak meliputi tahapan:
a.         Sensori-motor
b.        Pra operasional
c.         Operasional konkrit, dan
d.        Operasional formal
       Anak-anak usia dini (2-8 th) berada pada tahapan pra operasional dan operasional konkrit, sehingga kalau kita merujuk pada teori ini, dalam praktik pembelajaran di kelas hendaknya guru memperhatikan ciri-ciri perkembangan anak pada tahapan ini. Secara khusus pula para ahli psikologi pendidikan anak mengemukakan bahwa perkembangan anak usia dini bersifat holistik; perkembangan anak bersifat terpadu, di mana aspek perkembangan yang satu terkait erat dan mempengaruhi aspek perkembangan lainnya. Perkembangan fisik tidak bisa dipisahkan dari perkembangan mental, sosial, dan emosional ataupun sebaliknya, dan perkembangan itu akan terpadu dengan pengalaman, kehidupan, dan lingkungannya.
       Merujuk pada teori-teori belajar, di antaranya teori Piaget, maka dalam pembelajaran di jenjang SD kelas rendah hendaknya kita menggunakan pendekatan yang berorientasi pada kebutuhan perkembangan anak (DAP atau Developmentally Appropiate Practice). Penggunaan pendekatan DAP ini mengacu pada beberapa asas yang harus diperhatikan oleh guru, yaitu:
a.         Asas kedekatan
Pembelajaran dimulai dari yang dekat dan dapat dijangkau oleh anak
b.        Asas faktual
Pembelajaran hendaknya menapak pada hal-hal yang faktual (konkrit) mengarah pada konseptual (abstrak)
c.         Asas holistik dan integrative
Pembelajaran hendaknya tidak memilah-milah topik pelajaran, guru harus memikirkan segala sesuatu yang akan dipelajari anak sebagai suatu kesatuan yang utuh dan terpadu
d.        Asas kebermaknaan
Pembelajaran hendaknya penuh makna dengan menciptakan banyak proses manipulatif sambil bermain.
       Model pembelajaran terpadu tidak hanya cocok untuk peserta didik usia dini, namun bisa juga digunakan untuk peserta didik pada satuan pendidikan SMP/MTs dan SMA/MA, karena pada hakikatnya model pembelajaran ini merupakan suatu pendekatan pembelajaran yang memungkinkan peserta didik baik secara individual maupun kelompok aktif mencari, menggali, dan menemukan konsep serta prinsip secara holistik dan otentik (Depdikbud: 1996:3).
       Beberapa alasan pembelajaran terpadu cocok digunakan di tingkat SD sebagai berikut.
a.         Pendidikan di SD harus memperhatikan perkembangan intelektual anak. Sesuai dengan taraf perkembangannya, anak SD melihat dunia sekitarnya secara menyeluruh, mereka belum dapat memisah-misahkan bahan kajian yang satu dengan yang lain
b.        Di samping memperhatikan perkembangan intelektual anak, guru juga harus mengurangi dampak dari fenomena ini di antaranya anak tidak mampu melihat dan memecahkan masalah dari berbagai sisi, karena ia terbiasa berfikir secara fragmentasi, anak dikhawatirkan tidak memiliki cakrawala pandang yang luas dan integratif. Cakrawala pandang yang luas diperlukan dalam memecahkan permasalahan yang akan mereka hadapi nanti di masyarakat. Jadi merupakan bekal hidup yang sehat dalam memandang manusia secara utuh.

H.      Broad Based Learning
Broad based learning disebut juga pendidikan berbasis luas, yaitu pendidikan yang dapat membekali siswa dengan kecakapan generic atau kecakapan hidup yang bersifat umum, yang memungkinkan mereka dapat memiliki kecakapan akademik dan atau kejuruan, sehingga mereka dapat memasuki dunia kerja dalam berbagai bidang keahlian, sesuai dengan minat, bakat dan kemampuannya.
       Tujuan semua mata pelajaran pada kurikulum 1994/1999 dapat dirumuskan dalam bentuk kemampuan dasar atau kompetensi dasar. Dengan Kurikulum 1994/1999 yang bersifat Subject Matter Curriculum, guru dapat menyelenggarakan pembelajaran berbasis kompetensi.
       Kecakapan hidup dapat didefinisikan sebagai suatu kecakapan mengaplikasikan kemampuan dasar keilmuan atau kemampuan dasar kejuruan dalam kehidupannya sehari-hari, sehingga bermakna dan bermanfaat bagi peningkatan taraf kehidupannya, serta harkat dan martabatnya dan juga memberikan manfaat bagi masyarakat dan lingkungannya.
Kecakapan hidup sebagai hasil pembelajaran,terdiri atas :
2)        Kecakapan hidup yang bersifat umum (general life skill)
3)        kecakapan hidup yang bersifat khusus (specific life skill)
a) kecakapan hidup yang bersifat umum terdiri dari :
a.    Kecakapan personal dengan komponennya :
·      Kecakapan belajar (learning to learn)
·      Kecakapan beradaptasi (adaptability)
·      Kecakapan menanggulangi (cope ability)
·      Motivasi
·      Kecakapan mengenal diri (self awarenes)
·      Kemandirian
·      Tanggung jawab
b.    Pecakapan sosial dengan komponennya :
· Kecakapan berkomunikasi
· Kecakapan bekerja kooperatif dan kolaboratif (bekerja dalam kelompok)
· Solidaritas
· Kecakapan hidup yg bersifat specific merupakan kecakapan keahlian dalam bentuk
c.     Kecakapan akademik dan
d.    Kecakapan vocasional
       Kecakapan belajar (learning to learn)yang bersifat proses adalah kecakapan generic (generic life skill) memungkinkan siswa dapat menguasai konsep keilmuan (kecakapan akademik) dan atau kecakapan kejuruan. Konsep-konsep kunci keilmuan dapat ditransfer kepada disiplin ilmu lainnya, sehingga siswa yang memiliki kecakapan dasar akademik dapat beradaptasi dengan pertumbuhan ilmu pengetahuan dan teknologi, oleh karena itu dalam pendidikan kejuruan bidang studi akademik disebut sebagai program adaptif.
       Model pembelajaran kooperatif-kolaboratif memungkinkan siswa memiliki kecakapan social seperti kecakapan bekerja kooperatif, kolaboratif dan solidaritas
Dari uraian tersebut diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa hasil belajar siswa bukan berupa hafalan tentang materi pengetahuan, melainkn kompetensi dasar keilmuan dan atau kejuruan berbasis nilai agama, yang bermanfaat dalam kehidupannya, yang dapat dikembangkannya sendiri di kemudian hari dalam masyarakat masa depan yaitu masyarakat belajar.

I.         Resource Based Learning
Resource Based Learning (RBL) adalah proses pembelajaran yang langsung menghadapkan peserta didik dengan satu atau sejumlah sumber belajar secara individual atau kelompok dengan segala kegiatan yang bertalian dengan itu, jadi bukan dengan cara yang konvensional dimana guru menyampaikan bahan pelajaran kepada peserta didik.
Dalam model Resource Based Learning (RBL), guru bukan merupakan sumber belajar satu-satunya. Peserta didik dapat belajar dalam kelas, dalam laboratorium, dalam ruang perpustakaan, dalam ruang sumber belajar yang khusus atau bahkan di luar sekolah, bila ia mempelajari lingkungan yang berhubungan dengan tugas atau masalah tertentu.
Belajar berdasarkan sumber atau resource based learning, bukan sesuatu yang berdiri sendiri, melainkan bertalian dengan sejumlah perubahan-perubahan yang mempengaruhi pembinaan kurikulum. Perubahan perubahan itu mengenai:
a.         Perubahan dalam sifat dan pola ilmu pengetahuan manusia
b.        Perubahan dalam masyarakat dan tafsiran kita tentang tuntutannya
c.         Perubahan tentang pengertian kita tentang anak dan caranya belajar
d.        Perubahan dalam media komunikasi
1.        Ciri-ciri belajar berdasarkan sumber (resource based learning), yaitu:
a.    Memanfaatkan sepenuhnya segala sumber informasi sebagai sumber bagi pelajaran termasuk alat-alat audio visual dan memberi kesempatan untuk merencanakan kegiatan belajar dengan mempertimbangkan sumber-sumber yang tersedia
b.    Berusaha memberi pengertian kepada peserta didik tentang luas dan aneka ragamnya sumber-sumber informasi yang dapat dimanfaatkan untuk belajar
c.    Berhasrat untuk mengganti pasivitas peserta didik dalam belajar tradisional dengan belajar aktif didorong oleh minat dan keterlibatan diri dalam pendidikannya
d.   Berusaha untuk meningkatkan motivasi belajar dengan menyajikan berbagai kemungkinan tentang bahan pelajaran, metode kerja, dan medium komunikasi yang berbeda sekali dengan cara konvensional
e.    Memberi kesempatan kepada peserta didik untuk bekerja menurut kecepatan dan kesanggupan masing-masing
f.     Lebih flexibel dalam penggunaan waktu dan ruang belajar
g.    Berusaha mengembangkan kepercayaan diri peserta didik dalam hal belajar.

J.        Contextual Learning
Menurut cahyo (2013: 150) pembelajaran kontekstual (contextual teaching and learning/ CTL) merupakan suatu proses pendidikan yang holistik dan bertujuan memotivasi siswa untuk memahami makna materi pelajaran yang dipelajarinya dengan mengaitkan materi tersebut dengan mengaitkan materi tersebut dengan konteks kehidupan mereka sehari-hari (konteks pribadi, sosial, dan kultural). Sehingga, siswa memiliki pengetahuan/keterampilan yang secara fleksibel dapat diterapkan (ditransfer) dari satu permasalahan/konteks ke permasalahan/konteks lainnya.
CTL merupakan suatu konsep belajar dimana guru menghadirkan situasi dunia nyata ke dalam kelas dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Dengan konsep ini, hasil pembelajaran diharapkan lebih bermakna bagi siswa. Proses pembelajaran berlangsung lebih alamiah dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan mengalami, bukan transfer pengetahuan dari guru ke siswa.
Pembelajaran kontekstual dengan pendekatan konstruktivisme dipandang sebagai salah satu strategi yang memenuhi prinsip-prinsip pembelajaran berbasis kompetensi. Dengan lima strategi pembelajaran kontekstual (contextual teaching and learning), yaitu relating, experiencing, applying, cooperating, dan transferring diharapkan peserta didik mampu mencapai kompetensi secara maksimal.
Dalam kelas kontekstual, tugas guru adalah membantu siswa mencapai tujuannya. Guru lebih banyak berurusan dengan strategi daripada memberi informasi. Tugas guru mengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja bersama untuk menemukan sesuatu yang baru bagi anggota kelas (siswa). Sesuatu yang baru datang dari menemukan sendiri bukan dari apa kata guru. Begitulah peran guru di kelas yang di kelola dengan pendekatan kontekstual.
Dengan demikian, pendekatan kontekstual adalah konsep belajar atau pendekatan pembelajaran yang dapat digunakan untuk membantu guru dalam mengaitkan antara materi pembelajaran atau materi yang dipelajari dengan kehidupan nyata siswa sehari-hari, baik dalam lingkungan, sekolah, masyarakat, maupun warga Negara, dengan tujuan untuk menemukan makna materi tersebut bagi kehidupannya dan menjadikannya dasar pengambilan keputusan atas pemecahan masalah yang akan  dihadapi siswa dalam kehidupan sehari-hari
1.        Karakteristik pembelajaran kontekstual
Menurut muslich (2007), pembelajaran dengan pendekatan kontekstual mempunyai karakteristik sebagai berikut :
a.    Pembelajaran dilaksanakan dalam konteks autentik, yaitu pembelajaran yang diarahkan pada ketercapaian keterampilan dalam konteks kehidupan nyata atau pembelajaran yang dilaksanakan dalam lingkungan yang alamiah (learning in real life setting).
b.    Pembelajaran memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengerjakan tugas-tugas yang bermakna (meaningful learning)
c.    Pembelajaran dilaksanakan dengan memberikan pengalaman bermakna kepada siswa (learning by doing)
d.   Pembelajaran dilaksanakan melalui kerja kelompok, berdiskusi, dan saling mengoreksi antar teman (learning in group)
e.    Pembelajaran memberikan kesempatan kepada siswa untuk menciptakan rasa kebersamaan, bekerja sama, dan saling memahami antara satu dengan yang lain secara mendalam (learning to know each other deeply)
f.     Pembelajaran dilaksanakan secara aktif, kreatif, produktif, dan mementingkan kerja sama (learning to ask, to inquiry, to work together)
g.    Pembelajaran dilaksanakan dalam situasi yang menyenangkan (learning as an enjoy activity)
Dari pendapat tersebut maka dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kontekstual adalah pembelajaran yang mempunyai ciri khusus dalam pelaksanaannya meliputi: learning in real life setting, meaningful learning, learning by doing, learning in group, learning to know each other deeply, learning to ask, to inquiry, to work together, dan learning as enjoy activity dengan berpedoman konsep keterkaitan (relating), konsep pengalaman langsung (experience), konsep aplikasi (applying), konsep kerja sama (cooperating), konsep pengaturan diri (self-regulating), dan konsep penilaian autentik (authentic assessment) dalam penerapannya di kelas agar siswa mampu membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari, baik dalam lingkungan, sekolah, masyarakat maupun warga Negara.
2.        Aplikasi model kontekstual learning
Sebuah kelas dikatakan menggunakan pendekatan kontekstual jika menerapkan ketujuh komponen sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya dalam pembelajarannya. Untuk melaksanakan pendekatan kontekstual dapat diterapkan dalam kurikulum apa saja, bidang studi apa saja dan kelas yang bagaimanapun keadaannya.
Pendekatan CTL dalam kelas cukup mudah. Secara garis besar, langkahnya sebagai berikut :
a.         Kembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna dengan cara bekerja sendiri, dan mengonstruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan barunya
b.        Laksanakan sejauh mungkin inkuiri untuk semua topik
c.         Kembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya
d.        Ciptakan masyarakat belajar
e.         Hadirkan model sebagai contoh pembelajaran
f.         Lakukan refleksi di akhir pertemuan
g.        Lakukan penilaian yang sebenarnya dengan berbagai cara
Dalam menerapkan pembelajaran kontekstual di kelas, seorang guru harus memperhatikan tujuh komponen CTL sebagai berikut:
a.         Komponen konstruktivisme
Kegiatan yang dilakukan pada komponen ini adalah siswa member komentar atau tanggapan terhadap alat peraga yang diberikan berdasar pada pertanyaan yang diberikan pada guru atau siswa lainnya. Guru juga mengarahkan siswa dalam menemukan konsep-konsep dalam materi pelajaran. Hal ini dilakukan agar siswa mampu membangun pemahaman sendiri dari pengalaman baru berdasar pada pengetahuan awal. Oleh karena itu, pembelajaran harus dikemas menjadi proses “mengonstruksi” bukan menerima pengetahuan


b.        Komponen bertanya
Disini kegiatan guru untuk mendorong, membimbing, dan menilai kemampuan berpikir siswa, terutama terhadap siswa yang merupakan bagian penting dalam proses pembelajaran yang berbasis inkuiri.
c.         Komponen menemukan
Kegiatan yang dilakukan pada komponen menemukan adalah guru membimbing siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai melalui observasi dan memanipulasi alat peraga dengan mengaitkan antara masalah dengan konteks keseharian siswa sehingga dari mengamati siswa dapat memahami masalah tersebut.
d.        Komponen masyarakat belajar
Kegiatan yang dilakukan pada komponen masyarakat belajar adalah guru membimbing siswa dalam kelompok-kelompok belajar dalam mengatasi masalah. Di dalam kelompok belajar tersebut, ditekankan untuk saling belajar antara satu siswa dengan siswa lain dalam satu kelompok. Hal ini dimungkinkan agar tertukar ide dan pengalaman masing-masing siswa karena antara satu siswa dengan siswa lainnya memiliki karakter dan pemahaman yang berbeda-beda.
e.         Komponen pemodelan
Kegiatan yang dilakukan pada komponen masyarakat belajar adalah guru membagikan alat peraga yang sesuai dengan materi yang diajarkan. Karena itu, guru sebaiknya menampilkan suatu contoh agar siswa berpikir, bekerja dan belajar. Di sini, siswa juga harus mengerjakan apa yang guru inginkan agar siswa mengerjakannya.
f.         Komponen refleksi
Melakukan refleksi terhadap proses pemecahan masalah yang dilakukan berupa membahas hasil pekerjaan siswa serta menyimpulkan isi materi yang telah diajarkan. Di sini, siswa berpikir tentang apa yang telah dipelajari dan mencatatnya dengan teliti. Bisa juga poin refleksi tersebut yang berhasil dicatat kemudian dibuat semacam jurnal, karya tulis atau lainnya.
g.        Komponen penilaian yang sebenarnya
Kegiatan yang dilakukan pada komponen penilaian yang sebenarnya adalah dengan mengukur dan mengevaluasi penyelidikan siswa dan proses-proses yang mereka gunakan. Hal ini bertujuan untuk mengukur sejauh mana pengetahuan dan keterampilan dari masing-masing siswa atau kelompok. Cara ini bisa dilakukan dengan member penilaian terhadap produk dan tugas-tugas yang relevan dan kontekstual (Cahyo, 2013: 276).

K.      Active Learning
Active learning (belajar aktif) merupakan suatu pendekatan dalam pengelolaan sistem pembelajaran melalui cara-cara belajar yang aktif menuju belajar yang mandiri. Kemampuan belajar mendiri ini merupakan tujuan akhir dari pembelajaran aktif. Kegiatan pembelajaran harus dirancang dengan baik agar bermakna bagi peserta didik. Belajar yang bermakna terjadi bila peserta didik mampu memutuskan apa yang akan dipelajari dan bagaimana cara mempelajarinya.
Istilah active learning mengacu kepada teknik instruksional interaktif yang mengharuskan siswa melakukan pemikiran tingkat tinggi seperti analisis, sintesis, dan evaluasi. Mereka dapat menunjukkan kemampuannyam menganalisis, sintesis, dan mengevaluasi melalui proyek, presentasi, eksperimen, simulasi, internships, praktikum, proyek studi independen, pengajaran kepada sejawat, permainan peran, atau dokumen tertulis.
Belajar aktif merupakan strategi belajar yang diartikan sebagai proses belajar mengajar yang menggunakan berbagai metode yang menitikberatkan kepada keaktifan siswa dan melibatkan berbagai potensi siswa, baik yang bersifat fisik, mental, emosional maupun intelektual untuk mencapai tujuan pendidikan  yang berhubungan dengan wawasan kognitif, afektif, dan psikoomotorik secara optimal.
Dari penjelasan ini dapat diambil satu kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan pendekatan belajar aktif adalah suatu cara atau strategi belajar mengajar yang menuntut keaktifan dan partisipasi peserta didik seoptimal mungkin sehingga peserta didik mampu mengubah tingkah lakunya secara efektif dan efisien dalam kehidupan mereka sehari-hari.
1.        Komponen-komponen dan pendukung belajar aktif
Salah satu karakteristik dari pembelajaran yang menggunakan metode belajar aktif adalah adanya keaktifan siswa dan guru, sehingga tercipta suasana belajar aktif. Untuk menciptakan suasana belajar aktif tidak lepas dari beberapa komponen yang mendukungnya. Komponen-komponen metode belajar aktif dalam proses belajar mengajar adalah sebagai berikut:
a.         Pengalaman
Menurut sukandi (2003). Pengalaman langsung akan mengaktifkan lebih banyak indra dari pada hanya melalui mendengarkan. Sedangkan zuhairini (1993) berpendapat bahwa cara mendapatkan suatu pengalaman adalah dengan mempelajari, mengalami, dan melakukan sendiri. Melalui membaca, siswa lebih menguasai materi pelajaran yang mereka pelajari dari pada hanya mendengarkan penjelasan dari guru.
b.        Interaksi
Belajar akan terjadi dan meningkat kualitasnya bila berlangsung dalam suasana diskusi dengan orang lain, berdiskusi, saling bertanya dan mempertanyakan pendapat kita atau apa yang kita kerjakan, maka kita terpacu untuk berpikir menguraikan lebih jelas lagi sehingga kualitas pendapat itu menjadi lebih baik. Diskusi, dialog, dan tukar gagasan akan membantu anak mengenal hubungan-hubungan baru tentang sesuatu dan membantu memiliki pemahaman yang lebih baik. Anak perlu berbicara secara bebas dan tidak terbayang-bayangi dengan rasa takut sekalipun dengan pernyataan yang menuntut (alasan/argumen). Argument dapat membantu mengoreksi pendapat asalkan didasarkan pada bukti.
c.         Komunikasi
Komunikasi dalam proses belajar mengajar sangat penting. Pengungkapan pikiran dan perasaan, baik secara lisan maupun tulisan, merupakan kebutuhan setiap manusia dalam rangka mengungkapkan dirinya untuk mencapai kepuasan. Pengungkapan pikiran, baik dalam rangka mengemukakan gagasan sendiri maupun menilai gagasan orang lain, akan memantapkan pemahaman seseorang tentang apa yang sedang dipikirkan atau di pelajari.
d.        Refleksi
Bila seseorang mengungkapkan gagasannya kepada orang lain dan mendapat tanggapan, maka orang itu akan merenungkan kembali (merefleksi) gagasannya, kemudian melakukan perbaikan, sehingga memiliki gagasan-gagasan yang lebih mantap. Refleksi dapat terjadi akibat adanya interaksi dan komunikasi. Umpan balik dari guru atau siswa lain terhadap hasil kerja seorang siswa yang berupa pernyataan yang menantang (membuat siswa berpikir) dapat merupakan pemicu bagi siswa untuk melakukan refleksi tentang apa yang sedang dipikirkan atau dipelajari.
2.        Aplikasi model active learning
Pembelajaran aktif dapat dipraktikkan dengan berbagai model. Berikut ini adalah beberapa metode/strategi pembelajaran aktif yang dapat digunakan dalam proses belajar mengajar
a.          Pembelajaran terbimbing (Guided Teaching)
Metode pembelajaran terbimbing merupakan selingan yang mengasyikkan di sela-sela cara pengajaran biasa. Cara ini memunginkan guru untuk mengetahui apa yang telah diketahui dan dipahami oleh siswa sebelum memaparkan apa yang guru ajarkan. Metode ini sangat berguna dalam mengajarkan konsep-konseo abstrak.
Langkah-langkah praktik pengajaran terbimbing sebagai berikut :
a)      Ajukan pertanyaan atau serangkaian pernyataan yang menjajaki pemikiran siswa dan pengetahuan yang mereka miliki. Gunakan pertanyaan yang memiliki beberapa kemungkinanjawaban, misalnya, “bagaimana kamu menjelaskan seberapa cerdas seseorang?”
b)      Berikan waktu yang cukup kepada siswa secara berpasangan atau berkelompok untuk membahas jawaban mereka
c)      Perintahkan siswa untuk kembali ke tempat masing-masing dan catatlah pendapat mereka. Jika memungkinkan, seleksilah jawaban mereka menjadi beberapa kategori terpisah yang terkait dengan kategori atau konsep yang berbeda semisal “kemampuan membuat mesin” pada kategori kecerdasan kinestetik tubuh
d)     Sajikan poin-poin pembelajaran utama yang ingin anda ajarkan. Perintahkan siswa untuk menjelaskan kesesuaian jawaban mereka dengan poin-poin ini. Catatlah gagasan yang member informasi tambahan bagi poin pembelajaran dari pelajaran anda.


b.        Pemecahan masalah (Problem Solving)
Strategi pemecahan masalah adalah salah satu strategi yang mendorong siswa mengawasi langkah-langkah yang mereka gunakan dalam memecahkan satu masalah. Mereka akan menunjukkan dan menjelaskan bagaimana mereka menyelesaikan masalah itu. Dengan menganalisis langkah-langkah yang rinci, guru dapat memperoleh informasi yang berharga tentang kecakapan pemecahan masalah yang dimiliki oleh siswa-siswa. Untuk menjadi pemecah masalah, siswa perlu belajar berbuat dari pada hanya mengoreksi jawaban-jawaban masalah yang ada dalam buku teks.
Langkah-langkah yang dapat ditempuh adalah sebagai berikut :
a)      Pilihlah satu, dua, atau tiga masalah di antara masalah-masalah yang telah di pelajari oleh siswa
b)      Pecahkan sendiri (guru) masalah-masalah itu dan tulis semua langkah-langkah atau prosedur yang dilalui untuk memecahkan masalah itu. (catat berapa lama anda menyelesaikan masalah itu).
c)      Kalau anda mendapati bahwa masalah tersebut memerlukan waktu yang banyak atau terlalu sulit, ganti dengan yang lain
d)     Sewaktu anda mendapatkan satu masalah yang bagu yang anda dapat pecahkan dan dokumentasikan kurang dari tiga puluh menit, berikan mereka kepada siswa. (asumsikan bahwa siswa akan menyelesaikan sekitar satu jam)
e)      Buatlah perintah atau petunjuk kerja dengan sangat jelas
f)       Berikan dan jelaskan evaluasi masalah-masalah kepada siswa
g)      Jelaskan kepada mereka bahwa ini bukan tes aatu ulangan atau kuis
h)      Berikan waktu yang layak kepada siswa untuk mengerjakan tugas ini
i)        Setelah siswa mengerjakan tugas, anda mengumpulkannya dan siap untuk melakukan koreksi atau evaluasinya dengan kriteria yang sudah dibuat
j)        Setelah dikoreksi, anda mengembalikannya kepada siswa 

DAFTAR RUJUKAN

Cahyo, Agus. 2013. Panduan Aplikasi Teori-Teori Belajar Mengajar Teraktual dan Terpopuler. Jogjakarta: DIVA PRESS
Dodo, Teguh. 2014. Macam-macam model dan Metode Pembelajaran, (Online), (https://teguhtdodo.wordpress.com/2014/08/02/41-macam-model-metode-pembelajaran-efektif/), di akses 4 April 2015
Gintings, Abdorrakhman. 2008. Esensi Praktis Belajar dan Pembelajaran. Bandung: Humaniora
Miduk, Jhon. 2014. Makalah Integrated Learning, (Online), (http://jhonmiduk8.blogspot.com/2014/06/makalah-integrated-learning.html), di akses 4 April 2015
 






Tidak ada komentar:

Posting Komentar