PENGERTIAN DAN MACAM-MACAM
MODEL PEMBELAJARAN
A.
Cooperative Learning
Cooperative adalah mengerjakan sesuatu secara bersama-sama dan saling
membantu satu sama lain sebagai satu tim. Sedangkan Cooperative Learning
dapat diartikan sebagai suatu kegiatan belajar secara bersama-sama, saling
membantu antara satu sama lain dalam belajar dan memastikan bahwa setiap orang
dalam kelompok mencapai tujuan atau tugas yang telah ditentukan sebelumnya.
Pembelajaran kooperatif merupakan suatu pembelajaran kelompok dengan jumlah
peserta didik 2-5 orang dengan gagasan untuk saling memotivasi antar anggotanya
dan saling membantu agar tercapainya suatu tujuan pembelajaran yang maksimal.
Dengan demikian, dapat
disimpulkan bahwa Cooperative Learning adalah kegiatan yang menyangkut
teknik pengelompokkan yang didalamnya siswa bekerja secara terarah pada tujuan
belajar bersama dalam sebuah kelompok kecil yang umumnya tediri dari empat atau
lima orang yang tingkat kemampuannya berbeda. Pembelajaran kooperatif merupakan
salah satu bentuk pembelajaran yang berdasarkan faham konstruktivistik. Dalam
menyelesaikan tugas kelompoknya, setiap siswa anggota kelompok harus saling
bekerja sama dan saling membantu untuk memahami materi pelajaran. Dalam
pembelajaran kooperatif belajar dikatakan belum selesai jika salah satu teman
dalam kelompok belum menguasai bahan pelajaran.
Berbeda dengan model
pembelajaran kompetisi dan individual
learning yang menitikberatkan proses dan pencapaian belajar dan pembelajaran
pada prestasi setinggi-tingginya yang siswa secara individual, model cooperative learning didasari oleh
falsafah bahwa manusia adalah makhluk sosial. Oleh karena itu, model
pembelajaran ini tidak mengenal kompetisi antar individu. Model ini juga tidak
memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar dengan kecepatan dan iramanya
sendiri. Sebaliknya, model ini menekankan kerjasama atau gotong
royong sesama siswa dalam mempelajari materi pelajaran.
Ada dua kemungkinan kerjasama
antar siswa dalam kelompok belajarnya, yaitu; koopertif dan kolaboratif.
a.
Kooperatif adalah
kerjasama antara siswa yang berbeda tingkatan kemampuannya. Siswa dengan
kemampuan yang lebih tinggi akan menularkan dan mendorong siswa yang lebih
rendah kemampuannya.
b.
Kolaboratif adalah
kerjasama antara siswa dengan kemampuan yang setingkat. Kedua pihak berbagi (share) pengalaman dan pengetahuan
sehingga kedua belah pihak yang bekerjasama akan saling mengisi kekurangan
sehingga saling melengkapi. Hasilnya, kedua pihak akan meningkatkan
pengetahuannya masing-masing.
1.
Unsur-unsur
cooperative learning
Ada
lima unsur dasar yang membedakan Cooperative Learning dengan kerja
kelompok, yaitu:
a.
Akuntabilitas
individual
b.
Interaksi tatap
muka
c.
Keterampilan seusia
d.
Proses kelompok dan
e.
Saling ketergantungan
yang positif (Gintings, 2008: 217).
2.
Tahapan-tahapan dalam menyelenggarakan cooperative learning
Berikut diberikan contoh
tahapan penyelenggaraan pembelajaran dengan model cooperative learning. Contoh tahapan ini dapat dikembangkan oleh
pendidik disesuaikan dengan materi yang diajarkan dan kondisi kelas.
a.
Mempelajari standar
isi dan standar kompetensi siswa dan kurikulum untuk menentukan karakteristik
masalah yang sesuai untuk digunakan sebagai bahan belajar dan pembelajaran
b.
Pelajari tingkat pengetahuan
siswa untuk mempertimbangkan kompleksitas persoalan yang akan dijadikan bahan
belajar dan pembelajaran
c.
Kelompokkan siswa
ke dalam sejumlah kelompok. Upayakan kemampuan anggota kelompok heterogen agar
terjadi kegiatan yang bersifat koopertaif dan kolaboratif.
d.
Tetapkan kegiatan
yang harus dikerjakan oleh setiap kelompok dengan merujuk kepada hasil analisis
kurikulum dan tingkat kemampuan siswa
e.
Lakukan penyusunan
kelas meliputi penempatan media dan pengaturan tempat duduk
f.
Beri pengkondisian
awal kepada siswa sebelum kegiatan kelompok dimulai meliputi :
a)
Perlunya kerjasama
b)
Apa yang harus
dikerjakan oleh setiap kelompok
c)
Bagaimana mereka
melakukan kegiatan
d)
Apa yang boleh
dilakukan dan apa yang tidak boleh
e)
Waktu kegiatan
f)
Apa hasil yang
harus mereka capai
g.
Siswa melaksanakan
kegiatan belajar kelompok dengan mengikuti petunjuk guru. Sementara itu guru
berkeliling untuk melakukan supervisi, dan memberikan motivasi agar siswa
terlibat secara aktif dalam kegiatan, serta memfasilitasi kebutuhan siswa.
h.
Menutup kegiatan
belajar dan pembelajaran dengan menyelenggarakan diskusi tentang hasil kegiatan
setiap kelompok dan hasilnya. Dalam kegiatan ini guru berperan sebagai
moderator dan sekaligus sebagai penilai
i.
Guru melakuakan
penilaian terhadap hasil kegiatan siswa dan memberikan komentar serta
pengarahan untuk ditindaklanjuti sebagai kegiatan pengayaan bagi siswa.
3.
Ciri-ciri dan
tujuan pembelajaran cooperative learning
Pembelajaran kooperativ merupakan model
pembelajaran yang mengutamakan kerja sama antar siswanya untuk mencapai tujuan
pembelajaran. Pembelajaran kooperativ mempunyai ciri-ciri antara lain:
a.
Siswa belajar dalam
kelompok secara kerja sama
b.
Kelompok dibentuk
dari siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang dan rendah
c.
Jika dalam kelas
terdapat siswa-siswa yang heterogen ras, suku, budaya, dan jenis kelamin, maka
diupayakan agar tiap kelompok terdapat keheterogenan tersebut
Di samping ciri-ciri tersebut
pembelajaran kooperativ sendiri bertujuan untuk:
a.
Hasil belajar
akademik
Meningkatkan kinerja siswa dalam
tugas-tugas akademik. Pembelajaran
model ini dianggap unggul dalam membantu siswa dalam memahami
konsep-konsep yang sulit.
b.
Penerimaan terhadap
keragaman
Yaitu agar siswa
menerima teman-temannya yang mempunyai berbagai macam latar belakang.
c.
Pengembangan
keterampilan sosial
Yaitu untuk mengembangkan
keterampilan sosial siswa diantaranya: berbagi tugas, aktif bertanya,
menghargai pendapat orang lain, memancing teman untuk bertanya, mau
mengungkapkan ide, dan bekerja dalam kelompok
Penguasaan keterampilan sosial dalam Cooperative Learning perlu dimiliki para siswa terutama dalam
menyelesaikan tugas-tugas kelompok. Namun, karena para siswa baru saja
ditempatkan dalam kelompok-kelompok dan diharapkan dapat menerapkan
keterampilan sosial yang tepat, maka tidak secara otomatis mereka akan mampu
menerapkannya dengan baik. Sedangkan dalam Cooperative
Learning para siswa dituntut untuk memiliki kemampuan interaksi seperti
mengajukan pendapat, mendengarkan opini teman, menampilkan kepemimpinan,
kompromi, negoisasi dan klasifikasi secara teratur untuk menyelesaikan
tugas-tugasnya. Oleh karena itu, untuk memenuhi persyaratan tersebut, guru
perlu menerangkan dan mempraktekkan tingkah laku dan sikap-sikap interaksi
sosial yang diharapkan untuk dilakukan.
4.
Penerapan
pembelajaran cooperative
Proses kelompok terjadi ketika anggota
kelompok mendiskusikan seberapa baik mereka mencapai tujuan dan memelihara
kerjasama yang efektif. Para siswa perlu mengetahui tingkat-tingkat
keberhasilan pencapaian tujuan dan efektivitas kerjasama yang telah dilakukan.
Untuk memperoleh informasi itu, para
siswa perlu mengadakan perbaikan-perbaikan secara sistematis tentang bagaimana
mereka telah bekerja sama sebagai satu tim dalam hal :
a.
Seberapa baik
tingkat pencapaian tujuan kelompok;
b.
Bagaimana mereka saling membantu satu sama lain;
c.
Bagaimana mereka bersikap dan bertingkah laku positif,
dan;
d.
Apa yang mereka butuhkan untuk melakukan tugas-tugas yang
akan datang supaya lebih berhasil.
Sesuai dengan filosofi kontruktivisme, bahwa dalam proses
pembelajaran guru tidak mendokrinasi gagasan saintifik, sehingga sistem
perubahan gagasan siswa adalah siswa itu sendiri sedangkan guru hanya berperan
sebagai fasilitator. Beberapa pola yang harus dikembangkan oleh guru yang
mengacu kepada Cooperative Learning
sesuai dengan filosofi kontruktivisme adalah :
a.
Guru mengarahkan
siswa untuk melaksanakan diskusi kelompok
b.
Mendorong siswa untuk mengadakan penelitian sederhana
lewat alat peraga yang dimanipulasi
c.
Guru mendorong siswa untuk melaksanakan kegiatan praktis
dan memberi
peluang untuk mempertanyakan dan memodifikasi serta
mempertajam gagasannya.
B.
Problem Based Learning
Problem Based
Learning (PBL) atau Pembelajaran
Berbasis Masalah (PBM) adalah metode pengajaran yang bercirikan adanya
permasalahan nyata sebagai konteks untuk para peserta didik belajar berfikir
kritis dan keterampilan memecahkan masalah, dan memperoleh pengetahuan (Duch,
1995). Finkle dan Torp (1995) menyatakan bahwa PBM merupakan pengembangan
kurikulum dan sistem pengajaran yang mengembangkan secara simultan strategi
pemecahan masalah dan dasar-dasar pengetahuan dan keterampilan dengan
menempatkan para peserta didik dalam peran aktif sebagai pemecah permasalahan
sehari-hari yang tidak terstruktur dengan baik. Dua definisi di atas mengandung
arti bahwa PBL atau PBM merupakan setiap suasana pembelajaran yang diarahkan
oleh suatu permasalahan sehari-hari.
Dari pengertian tersebut maka dapat di tarik sebuah
kesimpulan bahwa Problem Based Learning
(PBL) merupakan metode pembelajaran yang mendorong siswa untuk mengenal cara
belajar dan bekerjasama dalam kelompok untuk mencari penyelesaian
masalah-masalah di dunia nyata. Simulasi masalah digunakan untuk mengaktifkan
keingintahuan siswa sebelum mulai mempelajari suatu subyek. PBL menyiapkan
siswa untuk berpikir secara kritis dan analitis, serta mampu untuk mendapatkan
dan menggunakan secara tepat sumber-sumber pembelajaran.
Metode pembelajaran yang kurang efektif dan efisien,
menyebabkan tidak seimbangnya kemampuan kognitif, afektif dan psikomotorik,
misalnya pembelajaran yang monoton dari waktu ke waktu, guru yang bersifat
otoriter dan kurang bersahabat dengan siswa sehingga siswa merasa bosan dan
kurang minat belajar. Untuk mengatasi hal tersebut maka guru sebagai tenaga
pendidik harus selalu meningkatkan kualitas profesionalismenya yaitu dengan
cara memberikan kesempatan belajar kepada siswa dengan melibatkan siswa secara
efektif dalam proses pembelajaran.
Keberhasilan pembelajaran dalam arti tercapainya standar
kompetensi, sangat bergantung pada kemampuan guru mengolah pembelajaran yang
dapat menciptakan situasi yang memungkinkan siswa belajar sehingga merupakan
titik awal berhasilnya pembelajaran. Banyaknya teori dan hasil penelitian para
ahli pendidikan yang menunjukkan bahwa pembelajaran akan berhasil bila siswa
berpartisipasi aktif dalam proses pembelajaran. Atas dasar ini munculah istilah
Cara Belajar Siswa Aktif ( CBSA ).
Dalam model pembelajaran Problem-based Learning, sering digunakan
akronim PBL, belajar dan pembelajaran diorientasikan kepada pemecahan berbagai
masalah terutama yang terkait dengan aplikasi materi pelajaran di dalam
kehidupan nyata. Selama siswa melakukan kegiatan memecahkan masalah, guru
berperan sebagai tutor yang akan membantu mereka mendefinisikan apa yang mereka
tidak tahu adan apa yang mereka perlu ketahui untuk memahami dan atau
memecahkan masalah (Newbledan Cannon, 111).
1.
Tahapan-tahapan
dalam pemecahan masalah
Tahapan pemecahan masalah
sangat bergantung pada kompleksitas masalahnya. Untuk masalah yang kompleks
karena cakupan dan dimensinya sangat luas, maka langkah-langkah pemecahan
masalah dengan pendekatan akademik dapat dilakukan. Permasalahan yang sederhana
dengan cakupan dan dimensi yang relatif sempit dan praktis dapat dipecahkan
dengan tahapan-tahapan yang sederhana dan praktis pula. Kedua jenis tahapan
tersebut adalah sebagai berikut :
a.
Tahapan pemecahan
masalah secara akademik
Secara akademik tahapan
pemecahan masalah yang kompleks adalah sebagai berikut :
1)
Kesadaran akan
adanya masalah
2)
Merumuskan masalah
3)
Membuta jawaban
sementara atas masalah atau hipotesis
4)
Mengumpulkan data
atau fakta-fakta
5)
Menganalisis data
atau fakta-fakta sebagai pengujian hipotesa
6)
Membuat kesimpulan
berdasarkan hasil pengujian hipotesa
7)
Membuat alternatif
pemecahan masalah
8)
Menetapkan pilihan
diantara alternatif pemecahan masalah
9)
Menyusun rencana
upaya pemecahan masalah
10) Melaksanakan upaya pemecahan masalah
11) Mengevaluasi hasil pemecahan masalah
b.
Tahapan pemecahan
masalah secara praktis
Tahapan pemecahan masalah yang lebih praktis adalah
sebagai berikut :
1)
Kesadaran akan
adanya masalah
2)
Merumuskan masalah
3)
Mencari alternatif
pemecahan masalah
4)
Menetapkan pillihan
diantara alternatif pemecahan masalah
5)
Melaksanakan
pemecahan masalah
6)
Evaluasi hasil
pemecahan masalah
2.
Pemecahan masalah
sebagai pengambilan keputusan
Mencermati tahapan-tahapan
pemecahan masalah baik yang bersifat akademik maupun yang bersifat lebih
praktis, ada dua langkah atau tahapan yang ada di kedua pendekatan tersebut
yaitu, perumusan masalah dan pemilihan alternatif pemecahan masalah. Ada dua
hal yang perlu dikemukakan disini terkait dengan keterkaitan antara rumusan
masalah dan penetapan pilihan pemecahan masalah pendekatan pengambilan
keputusan sebagaimana dirumuskan berikut :
a.
Keterkaitan rumusan
masalah dan pemecahan masalah
Ada empat kemungkinan hubungan
antara rumusan masalah dan keputusan atau solusinya yakni :
1)
Kemungkinan 1:
rumusan masalah benar dan pemecahan yang benar
2)
Kemungkinan 2:
rumusan masalah benar tetapi pemecahannya salah
3)
Kemungkinan 3:
rumusan masalah salah tetapi pemecahannya salah
4)
Kemungkinan 2:
rumusan masalah dan pemecahannya salah
Mencermati
keempat kemungkinan hubungan antara rumusan masalah berikut solusinya, maka
dapat difahami mengapa perumusan masalah sangat penting dalam proses pembuatan
keputusan dalam proses pemecahan atau solusi pemecahan dan sebuah masalah.
b.
Jenis-jenis
pendekatan pengambilan keputusan
Pendekatan yang digunakan dalam
pengambilan keputusan akan mempengaruhi langkah-langkah dan informasi yang
diperlukan. Ada empat kemungkinan pendekatan yang digunakan dalam pengambilan
keputusan yaitu :
1)
Keputusan yang
didasarkan pada intuisi
2)
Keputusan yang
didasarkan pada pengalaman
3)
Keputusan yang
didasarkan pada kekuasaan
4)
Keputusan yang
didasarkan pada fakta
Dari
keempat pendekatan tersebut, hanya keputusan yang berdasarkan fakta yang
merupakan keputusan bersifat akademik karena menggunakan fakta sehingga
obyektif dan dapat dipertanggungjawabkan alasannya secara obyektif.
3.
Tahapan dalam
penerapan Problem-based Learning
Berikut ini diberikan contoh
tahapan yang dapat diterapkan dalam menyelenggarakan belajar dan pembelajaran
dengan model PBL. Para guru dapat mengembangkan tahapan yang berbeda sesuai
dengan permasalahan yang akan didiskusikan serta kondisi kelas.
a.
Mempelajari standar
isi dan standar kompetensi siswa dan kurikulum untuk menentukan karakteristik
masalah yang sesuai untuk digunakan sebagai bahan belajar dan pembelajaran
b.
Pelajari tingkat
pengetahuan siswa untuk mempertimbangkan kompleksitas persoalan yang akan
dijadikan bahan belajar dan pembelajaran
c.
Buatlah soal atau
tugas yang berisi masalah yang harus dicarikan solusinya oleh siswa atau
kelompok siswa dengan merujuk kepada hasil analisis kurikulum dan tingkat
kemampuan siswa
d.
Beri pengkondisian
awal kepada siswa sebelum diberi tugas masalah untuk dicarikan solusinya.
Pengkondisian ini meliputi :
1)
Penjelasan tentang
langkah-langkah dan penekatan dalam pemecahan masalah
2)
Kegiatan dan hasil
yang harus mereka kerjakan berikut kriteria keberhasilannya seperti; waktu,
prosedur yang harus ditempuh, ketersediaan data dan fakta, dan ruang lingkup
solusi.
e.
Kegiatan diskusi
atau pelaksanaan prosedur pemecahan masalah oleh siswa atau kelompok-kelompok
siswa. Selama kegiatan ini berlangsung, guru berperan sebagai fasilitator dan
tutor diantaranya dengan memberikan
bimbingan dan motivasi kepada siswa, mengingatkan kepada siswa tentang apa yang
mereka ketahui dan apa yang belum mereka ketahui, mengingatkan apakah tahapan
sudah benar, dan mendorong partisipasi siswa.
f.
Menutup kegiatan
dengan menyelenggarakan diskusi tentang hasil pemecahan masalah. Jika kegiatan
dilakukan berdasarkan kelompok, selenggarakan diskusi pleno dan minta setiap
kelompok menyajikan hasil kegiatannya. Minta kelompok lain untuk menanggapi dan
mengajukan pertanyaan untuk menguji hasil kegiatan pemecahan masalah dan
kelompok yang sedang menyajikan hasil kegiatannya. Dalam kegiatan ini guru
berperan sebagai moderator dan sekalligus sebagai penilai.
g.
Guru melakukan
penilaian terhadap hasil kegiatan siswa dan memberikan komentar serta
pengarahan untuk ditindak lanjuti sebagai kegiatan pengayaan bagi siswa.
C.
Service Learning
Maksud
Service learning (National and Comunity service, 1993) ;
a.
Sebagai penghantar
suatu kebutuhan komunitas, dan koordinasi dengan sekolah atau program pelayanan
komunitas, dan dengan komunitas
b.
Membantu
perkembangan tanggung jawab nasionalisme sebagai integrasi dan pengembangan
kurikulum akademis pelajar atau program study meliputi struktur jadwal pelajar
dan partisipasi untuk refleksi pengalaman pelayanan.
Dalam service learning
pengorganisasian materi pembelajaran harus menekankan pada hal-hal sebagai
berikut:
a.
Belajar berbasis
masalah (Problem-Based Learning)
b.
Pengajaran otentik
c.
Belajar berbasis
inquiri (Inquiry-Based Learning)
d.
Belajar berbasis
proyek/Tugas (Project-Based Learning)
e.
Belajar berbasis
kerja (Work-Based Learning)
f.
Belajar kooperatif
(Cooperative Learning), dan
g.
Belajar berbasis
jasa-layanan (Service Learning)
1.
Komponen kunci
service learning
a.
Curicular Conection
b.
Student Voice
c.
Reflection
d.
Comunity
Partnership
e.
Authentic Comunity
Needs
f.
Assesement
D.
Accelerated Learning
Accelerated
Learning (AL) adalah salah satu cara
belajar alamiah yang diyakini mampu menghasilkan “tokoh orisinil” dalam
menghadapi era kesemrawutan. Karena AL pada intinya adalah filosofi
pembelajaran dan kehidupan yang mengupayakan demekanisasi dan memanusiakan
kembali proses belajar, serta menjadikan pengalaman bagi seluruh tubuh,
pikiran, dan pribadi.
Secara terminologi model pembelajaran Accelerated Learning (pembelajaran yang
dipercepat) adalah suatu pola yang digunakan dalam pembelajaran yang di desain
sedemikian rupa sehingga dapat menggugah kemampuan belajar peserta didik, serta
membuat belajar lebih menyenangkan dan lebih cepat. Cepat disini diartikan dapat
mempercepat penguasaan dan pemahaman materi pelajaran yang dipelajari, sehingga
waktu yang dibutuhkan untuk belajar lebih cepat. Materi pelajaran yang sulit
dibuat menjadi mudah, sederhana atau tidak bertele-tele sehingga tidak menjadi
kejenuhan dalam belajar. Karena keberhasilan belajar tidak ditentukan atau
diukur dari lamanya kita duduk untuk belajar tetapi ditentukan oleh kualitas
cara belajar kita.
Pada intinya Accelerated
Learning (pembelajaran yang dipercepat) adalah filosofi pembelajaran dan
kehidupan yang mengupayakan demekanisasi dan memanusiawikan kembali proses
belajar, serta menjadikannya pengalaman bagi seluruh tubuh, seluruh pikiran,
dan seluruh pribadi. Oleh karena itu, Accelerated
Learning (pembelajaran yang dipercepat) berusaha membentuk kembali sebagian
besar keyakinan dan praktik yang membatasi, yang kita warisi dari masa lalu.
1.
Prinsip pokok
pembelajaran Accelerated Learning (AL)
a.
Belajar melibatkan
seluruh pikiran dan tubuh
Belajar tidak
hanya menggunakan “otak” (sadar, rasional, memakai “otak kiri”, dan verbal),
tetapi juga melibatkan seluruh tubuh atau pikiran dengan segala emosi, indra
dan sarafnya
b. Belajar adalah berkreasi, bukan mengonsumsi
Pengetahuan
bukanlah sesuatu yang diserap oleh peserta didik, melainkan sesuatu yang diciptakan
oleh peserta didik.
c.
Kerja sama membantu
proses belajar
Suatu
komunitas belajar selalu lebih baik hasilnya dari pada beberapa individu yang
belajar sendiri-sendiri. Kerja sama dapat menghilangkan hambatan mental akibat
terbatasnya pengalaman dan cara pandang yang sempit
d.
Pembelajaran berlangsung pada banyak tingkatan secara
simultan
Pembelajaran
yang baik melibatkan orang pada banyak tingkatan secara simultan (sadar, dan
bawah sadar, mental dan fisik) dan memanfaatkan seluruh saraf reseptor, indra
dan tubuh seseorang.
e.
Belajar berasal dari mengerjakan pekerjaan itu sendiri
(dengan umpan balik)
Belajar
paling baik adalah belajar dalam konteks. Hal-hal yamg dipelajari secara
terpisah akan sulit diingat dan mudah menguap. Kita belajar berenang dengan
berenang, cara bernyanyi dengan bernyanyi dan lain sebagainya
f.
Emosi positif sangat membantu peserta didik
Perasaan
menentukan kualitas dan juga kuantitas belajar seseorang. Perasaan negatif
menghalangi belajar, dan perasaan positif mempercepatnya.
g.
Otak-citra menangkap informasi secara langsung dan
otomatis
Sistem
saraf manusia lebih merupakan prosesor citra dari pada prosesor kata. Gambar
konkret jauh lebih mudah ditangkap dan disimpan dari pada prosesor kata.
2.
Pendekatan model
pembelajaran Accelerated Learning (AL)
Pembelajaran tidak otomatis meningkat dengan menyuruh
orang berdiri dan bergerak ke sana kemari. Akan tetapi menggabungkan gerakan
fisik dengan aktivitas intelektual dan penggunaan semua indra dapat berpengaruh
besar pada pembelajaran. Pemilik konsep ini, Dave Meier, menyarankan kepada
guru agar dalam mengelola kelas menggunakan pendekatan, antara lain :
a.
Belajar somatis
Belajar
somatis berarti belajar dengan indra peraba, kinestetis, praktis-melibatkan
fisik dan menggunakan serta menggerakkan tubuh sewaktu belajar. Untuk
merangsang hubungan pikiran dan tubuh,
ciptakanlah suasana belajar yang dapat membuat orang bangkit dan berdiri dari
tempat duduk dan aktif secara fisik dari waktu ke waktu
b.
Belajar auditori
Belajar auditori
adalah belajar dengan berbicara dan mendengar. Dalam
merancang
pembelajaran yang menarik bagi auditori yang kuat dalam
pembelajaran,
carilah cara untuk mengajak peserta didik untuk
membicarakan apa
yang sedang mereka pelajari. Ajak mereka berbicara
saat mereka memecahkan
masalah, mengumpulkan informasi, membuat
tinjauan pengalaman
belajar, atau menciptakan makna-makna pribadi bagi
diri merka sendiri.
Disamping itu bisa juga dengan meminta peserta didik
untuk
berpasang-pasangan memperbincangkan secara terperinci apa yang
baru saja mereka
pelajari dan bagaimana mereka akan menerapkannya.
c.
Belajar visual
Belajar visual
adalah belajar dengan mengamati dan menggambarkan. Ada
beberapa hal yang
dapat guru manfaatkan untuk membuat pembelajaran
lebih visual,
diantaranya adalah: bahasa yang penuh gambar, bahasa tubuh
yang dramatis,
cerita yang hidup, peripheral ruangan, dekorasi berwarna
warni dan lain
sebagainya
d.
Belajar intelektual
Yang dimaksud
dengan “intelektual” disini bukanlah pendekatan belajar
tanpa emosi, tidak
berhubungan, rasionalistis, “akademis”, dan terkotak
kotak, melainkan
menunjukkan apa yang dilakukan peserta didik dalam
pikiran mereka
secara internal ketika mereka menggunakan kecerdasan
untuk merenungkan
suatu pengalaman dan menciptakan hubungan, makna,
rencana, dan nilai
dari pengalaman tesebut. Aspek intelektual dalam
belajar akan
terlatih jika guru mengajak peserta didik telibat dalam
aktivitas:
memecahkan masalah, menganalisis pengalaman, melahirkan
gagasan kreatif,
mencari dan menyaring informasi, merumuskan
pertanyaan dan
menciptakan makna pribadi
E.
Project Based Learning
Model
Pembelajaran Project Based Learning
atau biasa disingkat PjBL adalah model pembelajaran yang menggunakan
proyek/kegiatan sebagai media. Peserta didik melakukan eksplorasi, penilaian,
interpretasi, sintesis, dan informasi untuk menghasilkan berbagai bentuk hasil
belajar.
Pembelajaran Berbasis Proyek merupakan model belajar
yang menggunakan masalah sebagai langkah awal dalam mengumpulkan dan
mengintegrasikan pengetahuan baru berdasarkan pengalamannya dalam beraktivitas
secara nyata. Pembelajaran Berbasis Proyek dirancang untuk digunakan pada
permasalahan kompleks yang diperlukan peserta didik dalam melakukan
insvestigasi dan memahaminya. Melalui PjBL, proses inquiry dimulai dengan
memunculkan pertanyaan penuntun (a
guiding question) dan membimbing peserta didik dalam sebuah proyek
kolaboratif yang mengintegrasikan berbagai subjek (materi) dalam kurikulum.
Pada saat pertanyaan terjawab, secara langsung peserta didik dapat melihat
berbagai elemen utama sekaligus berbagai prinsip dalam sebuah disiplin yang
sedang dikajinya. PjBL merupakan investigasi mendalam tentang sebuah topik
dunia nyata, hal ini akan berharga bagi atensi dan usaha peserta didik.
Pada
pembelajaran berbasis proyek memiliki beberapa karakteristik berikut ini, yaitu
:
a.
Peserta didik membuat keputusan
tentang sebuah kerangka kerja;
b.
Adanya permasalahan atau tantangan
yang diajukan kepada peserta didik;
c.
Peserta didik mendesain proses
untuk menentukan solusi atas permasalahan atau tantangan yang diajukan;
d.
Peserta didik secara
kolaboratif bertanggungjawab untuk mengakses dan mengelola informasi untuk
memecahkan permasalahan;
e.
Proses evaluasi dijalankan
secara kontinyu;
f.
Peserta didik secara berkala
melakukan refleksi atas aktivitas yang sudah dijalankan;
g.
Produk akhir aktivitas belajar
akan dievaluasi secara kualitatif; dan
h.
Situasi pembelajaran sangat
toleran terhadap kesalahan dan perubahan.
Peran
pendidik atau guru dalam pembelajaran berbasis proyek sebaiknya sebagai
fasilitator, pelatih, penasehat dan perantara untuk mendapatkan hasil yang
optimal sesuai dengan daya imajinasi, kreasi dan inovasi dari siswa.
Beberapa
hambatan dalam implementasi metode Pembelajaran Berbasis Proyek antara lain
berikut ini.
a.
Pembelajaran Berbasis Proyek
memerlukan banyak waktu yang harus disediakan untuk menyelesaikan permasalahan
yang komplek.
b.
Banyak orang tua peserta didik
yang merasa dirugikan, karena menambah biaya untuk memasuki system baru.
c.
Banyak instruktur merasa nyaman
dengan kelas tradisional ,dimana instruktur memegang peran utama di kelas. Ini
merupakan suatu transisi yang sulit, terutama bagi instruktur yang kurang atau
tidak menguasai teknologi.
d.
Banyaknya peralatan yang harus
disediakan, sehingga kebutuhan listrik bertambah.
Untuk itu
disarankan menggunakan team teaching
dalam proses pembelajaran, dan akan lebih menarik lagi jika suasana ruang
belajar tidak monoton, beberapa contoh perubahan lay-out ruang kelas, seperti : traditional class (teori), discussion
group (pembuatan konsep dan pembagian tugas kelompok), lab tables
(saat mengerjakan tugas mandiri), circle (presentasi), atau buatlah
suasana belajar menyenangkan, bahkan saat diskusi dapat dilakukan di taman,
artinya belajar tidak harus dilakukan di dalam ruang kelas. Ada beberapa
kelebihan dan kekurangan pada model pembelajaran Project Based Learning.
Kelebihan dan kekurangan pada penerapan pembelajaran berbasis proyek antara
lain sebagai berikut :
a.
Keuntungan Pembelajaran
Berbasis Proyek
a) Meningkatkan motivasi belajar peserta didik untuk belajar, mendorong
kemampuan mereka untuk melakukan pekerjaan penting, dan mereka perlu untuk
dihargai.
b) Meningkatkan kemampuan pemecahan masalah.
c) Membuat peserta didik menjadi lebih aktif dan berhasil memecahkan
problem-problem yang kompleks
d) Meningkatkan kolaborasi
e) Mendorong peserta didik untuk mengembangkan dan mempraktikkan
keterampilan komunikasi.
f) Meningkatkan keterampilan peserta didikdalam mengelola sumber.
g) Memberikan pengalaman kepada peserta didik pembelajaran dan praktik dalam
mengorganisasi proyek, dan membuat alokasi waktu dan sumber-sumber lain seperti
perlengkapan untuk menyelesaikan tugas
h) Menyediakan pengalaman belajar yang melibatkan peserta didik secara
kompleks dan dirancang untuk berkembang sesuai dunia nyata
i) Melibatkan para peserta didik untuk belajar mengambil informasi dan
menunjukkan pengetahuan yang dimiliki, kemudian diimplementasikan dengan dunia
nyata
j) Membuat suasana belajar menjadi menyenangkan, sehingga peserta didik
maupun pendidik menikmati proses pembelajaran.
b.
Kelemahan Pembelajaran Berbasis
Proyek
a) Memerlukan banyak waktu untuk menyelesaikan masalah
b) Membutuhkan biaya yang cukup banyak.
c) Banyak instruktur yang merasa nyaman dengan kelas tradisional, dimana instruktur memegang peran utama di
kelas.
d) Banyaknya peralatan yang harus disediakan
e) Peserta didik yang memiliki kelemahan dalam percobaan dan pengumpulan
informasi akan mengalami kesulitan
f) Ada kemungkinan peserta didikyang kurang aktif dalam kerja kelompok
g)
Ketika topik yang diberikan
kepada masing-masing kelompok berbeda, dikhawatirkan peserta didik tidak bisa
memahami topik secara keseluruhan.
Dalam pelaksanaan Pembelajaran Berbasis
Proyek/Project Based Learning ada beberapa peran bagi guru/pendidik dan peserta
didik dalam pelaksanaan Pembelajaran Berbasis Proyek, antara lain :
1.
Peran Guru
a. Merencanakan dan mendesain pembelajaran
b. Membuat strategi pembelajaran
c. Membayangkan interaksi yang akan terjadi antara guru dan siswa
d. Mencari keunikan siswa
e. Menilai siswa dengan cara transparan dan berbagai macam penilaian
f. Membuat portofolio pekerjaan siswa.
2.
Peran Peserta Didik
a.
Menggunakan kemampuan bertanya
dan berpikir
b.
Melakukan riset sederhana
c.
Mempelajari ide dan konsep baru
d.
Belajar mengatur waktu dengan
baik
e.
Melakukan kegiatan belajar
sendiri/kelompok
f.
Mengaplikasikan hasil belajar
lewat tindakan
g.
Melakukan interaksi sosial
(wawancara, survey, observasi, dll).
Penilaian
pembelajaran dengan metode Project Based
Learning harus diakukan secara menyeluruh terhadap sikap, pengetahuan dan
keterampilan yang diperoleh siswa dalam melaksanakan pembelajaran berbasis
proyek. Penilaian pembelajaran berbasis proyek dapat menggunakan teknik
penilaian yang dikembangkan oleh Pusat Penilaian Pendidikan Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan yaitu penilaian proyek atau penilaian produk.
F.
Quantum Learning
Quantum
learning ialah pengajaran yang dapat mengubah suasana belajar yang menyenangkan
serta mengubah kemampuan dan bakat alamiah siswa menjadi cahaya yang akan
bermanfaat bagi mereka sendiri dan bagi orang lain. Quantum learning merupakan
orkestrasi bermacam-macam interaksi yang di dalam dan sekitar momen belajar
atau suatu pembelajaran yang mempunyai misi utama untuk mendesain suatu proses
belajar yang menyenangkan yang disesuaikan dengan tingkat perkembangan siswa.
Interaksi-interaksi ini mencakup unsur-unsur untuk belajar efektif yang
mempengaruhi kesuksesan siswa.
Quantum
learning ialah kiat, petunjuk, strategi, dan seluruh proses belajar yang dapat
mempertajam pemahaman dan daya ingat, serta membuat belajar sebagai suatu
proses yang menyenangkan dan bermanfaat. Quantum learning bisa dikatakan
sebagai penerapan cara belajar baru yang lebih melihat kemampuan siswa
berdasarkan kelebihan atau kecerdasan yang dimilikinya. Quantum berarti
percepatan atau lompatan. Kerangka pemikiran yang dibangun oleh ciri
pembelajaran quantum learning ini adalah adanya sikap positif yang dibangun
dalam diri siswa, dengan meyakinkan siswa bahwa setiap manusia mempunyai
kekuatan pikiran yang tidak terbatas.
Tokoh utama di balik Quantum
Learning adalah Bobbi DePorter. ia perintis, pencetus dan pengembang utama Quantum Learning. Sejak tahun 1982
DePorter mematangkan dan mengembangkan gagasan Quantum Learning di SuperCamp. Dengan dibantu oleh teman-temannya,
terutama Eric Jansen, Greg Simmons, Mike Hernacki, Mark Reardon dan Sarah
Singer Nouric, DePorter secara terprogram dan terencana mengujicoba
gagasan-gagasan Quantum Learning
kepada para remaja di SuperCamp salama tahuan awal 1980-an. DePorter
menjelaskan bahwa metode ini dibangun berdasarkan pengalaman dan penelitian
terhadap 2.500 siswa dan sinergi pendapat ratusan guru di SuperCamp.
Prinsip-prinsip dan metode-metode Quantum
Learning ini dibentuk di SuperCamp.
Pada
tahap awal perkembangannya, Quantum
Learning dimaksudkan untuk membantu meningkatkan keberhasilan hidup
dan karier para remaja dirumah tetapi lama kelamaan orang menginginkan DePorter
untuk mengadakan program-program Quantum
Learning bagi orang tua siswa. Hal ini menunjukkan bahwa falsafah dan
metodologi pembelajaran yang bersifat umum, tidak secara khusus diperuntukkan
bagi pengajaran di sekolah
Dalan
quantum learning, guru sebagai pengajar tidak hanya memberikan bahan ajar,
tetapi juga memberikan motivasi kepada siswanya, sehingga siswa merasa
bersemangat dan timbul kepercayaan dirinya untuk belajar lebih giat dan dapat
melakukan hal-hal positif sesuai dengan tipe kecerdasan yang dimilikinya. Cara
belajar yang diberikan kepada siswa pun harus menarik dan bervariasi, sehingga
siswa tidak merasa jenuh untuk menerima materi pelajaran.
1.
Prinsip-prinsip
quantum learning
Quantum
learning memiliki lima prinsip atau kebenaran tetap. Prinsip-prinsip ini
dianggap sebagai chord dasar dari simponi belajar seorang guru. Prinsip-prinsip
tersebut adalah sebagai berikut :
a.
Segalanya berbicara
Segalanya dari lingkungan kelas hingga bahasa tubuh guru,
dan kertas yang guru bagikan hingga rancangan pelajaran guru, semuanya mengirim
pesan tentang belajar.
b.
Segalanya bertujuan
Semua yang terjadi dalam pengubahan guru mempunyai
tujuan. Tujuannya tidak lain adalah mewujudkan pembelajaran dan pencapaian
quantum learning.
c.
Pengalaman sebelum
pemberian nama
Otak kita berkembang pesat dengan adanya rangsangan
kompleks yang akan menggerakkan rasa ingin tahu kita. Oleh karena itu, proses
belajar paling baik terjadi ketika siswa telah mengalami informasi sebelum memperoleh nama-nama untuk apa yang
mereka pelajari.
d.
Akui setiap usaha
Belajar mengandung risiko. Belajar berarti melangkah
keluar dari kenyamanan. Pada saat siswa mengambil langkah itu, mereka patut
mendapat pengakuan atas kecakapan dan kepercayaan diri mereka.
e.
Jika layak
dipelajari, layak pula dirayakan
Perayaan adalah sarapan pelajar sang juara. Perayaan
adalah umpan balik mengenai kemajuan dan meningkatkan asosiasi emosi positif
dengan belajar.
Sedangkan
konsep kunci dalam quantum learning dari berbagai teori dan strategi belajar
yang digunakan antara lain :
1)
Teori otak kanan
2)
Teori otak triune
(3 in 1)
3)
Pilihan modalitas
(visual, auditorial dan kinestetik)
4)
Teori kecerdasan
ganda
5)
Pendidikan holistic
(menyeluruh)
6)
Belajar berdasarkan
pengalaman
7)
Belajar dengan
simbol (metaphoric learning)
8)
Simulasi/permainan
9)
Peta pikiran (mind mapping)
Sealain
beberapa konsep tersebut, ada beberapa unsur-unsur penting dari metode quantum
learning. Sebab, pada dasarnya, metode ini sama dengan sebuah simponi.
Unsur-unsur dalam quantum learning model terdapat dalam dua kategori, yaitu
konteks dan isi. Guru sebagai konduktor dari siswa-siswa yang sedang belajar
harus mengubah banyak bagian. Bagian konteks meliputi pengubahan suasana,
landasan, lingkungan dan rancangan belajar. Sedangkan bagian isi meliputi
pengubahan penyajian informasi/materi, fasilitas, keterampilan belajar untuk
belajar, dan keterampilan hidup.
2.
Aplikasi model
quantum learning
Langkah-langkah praktis
pembelajaran melalui konsep quantum learning menurut De Porter, Bobbi, dan Mike
Hernachi (2009) adalah sebagai berikut :
a.
Kekuatan ambak
Ambak adalah motivasi yang didapat dari pemilihan secara
mental antara manfaat dan akibat-akibat suatu keputusan. Motivasi sangat
diperlukan dalam belajar karena dengan adanya motivasi maka keinginan untuk
belajar akan selalu ada. Pada langkah ini, siswa akan diberi motivasi oleh guru
agar siswa dapat mengidentifikasi dan mengetahui manfaat atau makna dari setiap
pengalaman atau peristiwayang dilaluinya dalam hal ini adalah proses belajar.
b.
Penataan lingkungan
belajar
Dalam proses belajar dan mengajar, diperlukan penataan
lingkungan yang dapat membuat siswa merasa aman dan nyaman. Perasaan aman dn
nyaman ini akan menumbuhkan konsentrasi belajar siswa yang baik. Dengan
penataan lingkungan belajar yang tepat juga dapat mencegah kebosanan dalam diri
siswa.
c.
Memupuk sikap juara
Memupuk sikap juara perlu dilakukan untuk lebih memacu
dalam belajar siswa, seorang guru hendaknya jangan segan-segan untuk memberikan
pujian tau hadiah pada siswa yang telah berhasil dalam belajarnya, tetapi
jangan pula mencemooh siswa yang belum mampu menguasai materi. Dengan memupuk
sikap juara ini siswa akan merasa lebih dihargai.
d.
Bebaskan gaya
belajarnya
Ada berbagai macam gaya belajar yang dipunyai oleh siswa,
gaya belajar tersebut yaitu : visual, auditorial, dan kinestetik. Dalam quantum
learning, guru hendaknya memberikan kebebasan dalam belajar pada siswanya dan
janganlah terpaku pada gaya belajarnya saja.
e.
Membiasakan
mencatat
Belajar akan benar-benar dipahami sebagai aktivitas
kreasi ketika siswa tidak hanya bisa menerima, melainkan bisa mnegungkapkan
kembali apa yang didapatkan menggunakan bahasa hidup dengan cara dan ungkapan
sesuai gaya belajar siswa itu sendiri. Hal tersebut dapat dilakukan dengan
memberikan simbol-simbol atau gambar yang mudah dimengerti oleh siswa itu
sendiri, simbol-simbol tersebut dapat berupa tulisan atau yang lainnya.
f.
Membiasakan membaca
Salah satu aktivitas yang cukup penting adalah membaca.
Karena dengan membaca akan menambabh perbendaharaan kata, pemahaman, menambah
wawasan dan daya ingat. Seorang guru hendaknya membiasakan siswa untuk membaca,
baik buku pelajaranmaupun buku-buku yang lain.
g.
Jadikan anak lebih
kreatif
Siswa yang kreatif adalah siswa yang ingin tahu, suka
mencoba, dan senang bermain. Dengan adanya sikap kreatif yang baik, siswa akan
mampu menghasilkan ide-ide yang segar dalam belajarnya.
h.
Melatih kekuatan
memori
Kekuatan memori sangat diperlukan dalam belajar anak,
sehingga siswa perlu dilatih untuk mendapatkan kekuatan memori yang baik.
3.
Contoh Skenario Model Quantum Learning
Ø Kegiatan
pendahuluan :
a.
Guru melakukan apersepsi dengan pertanyaan pada materi
model-model pembelajaran
b.
Memberi pertanyaan kepada siswa tentang cakupan materi
dari model-model pembelajaran
Ø Kegiatan inti :
a.
Mentraasfer jawaban siswa dalam bentuk peta konsep
b.
Memperbaiki peta konsep yang belum terstruktur menjadi
terstuktur
c.
Setelah peta konsep jadi, memberi tugas kepada siswa
untuk membuat peta konsep secara berkelompok berdasarkan sub-sub materi
d.
Membagi siswa menjadi beberapa kelompok, kemudian siswa
kerja kelompok untuk membuat peta konsep
e.
Guru keliling untuk memberi penjelasan jika ada kelompok
yang bertanya selama siswa menyusun peta konsep
f.
Wakil-wakil kelompok maju untuk mempresentasikan hasil
kerjanya. Sementara itu kelompok lain diberi kesempatan untuk memberi tanggapan
dan masukan
g.
Menjelaskan tentang materi yang belum dipahami siswa
Ø Kegiatan
Penutup :
a. Memberikan
masukan tentang hasil pekerjaan siswa
b. Postest
c. Memberi
kesempatan siswa untuk memberi masukan tentang cara pmbelajaran yang dilakukan
guru sebagai evaluasi pembelajaran pada pertemuan berikutnya.
4.
Kerangka Rancangan Belajar Quantum Learning
a. Tumbuhkan:
Tumbuhkan minat, motivasi, empati, simpati dan harga diri dengan memuaskan
“Apakah Manfaat BagiKU” (AMBAK), dan manfaatkan kehidupan siswa.
b. Alami: Hadirkan
pengalaman umum yang dapat di mengerti dan dipahami semua pelajar
c. Namai: Sediakan
kata kunci, konsep,model, rumus, strategi sebuah masukan
d. Demonstrasikan:
Sediakan kesempatan bagi siswa untuk menunjukkan bahwa mereka tahu dan ingat
setiap siswa memiliki cara yang berbeda dalam menyelesaikan pekerjaan
e. Ulangi:
Tunjukkan siswa cara-cara mengulang materi dan menegaskan “Aku tahu dan memang
tahu ini”. Sekaligus berikan kesimpulan
f. Rayakan:
Pengakuan untuk penyelesaian, partisipasi, dan pemerolehan ketrampilan dan ilmu
pengetahuan.
G.
Integrated Learning
Integrated Learning atau
pembelajaran terintergrasi/terpadu, yaitu suatu pembelajaran yang memadukan
berbagai materi dalam satu sajian pembelajaran. Inti pembelajaran ini adalah
agar siswa memahami keterkaitan antara satu materi dengan materi lainnya,
antara satu mata pelajaran dengan mata pelajaran lain. Dari integrated learning
inilah muncul istilah integrated curriculum (kurikulum terintegrasi/terpadu).
Karakteristik kurikulum terintegrasi antara lain: adanya keterkaitan antar mata
pelajaran dengan tema sebagai pusat keterkaitan, menekankan pada aktivitas
kongkret atau nyata, memberikan peluang bagi siswa untuk bekerja dalam
kelompok. Selain memberikan pengalaman untuk memandang sesuatu dalam perspektif
keseluruhan, juga memberikan motivasi kepada siswa untuk bertanya dan
mengetahui lebih lanjut mengenai materi yang dipelajarinya.
Integrated curriculum atau
sering dikenal dengan istilah interdisciplinary
teaching, thematically teaching,
dan synergetic teaching memberi
kesempatan kepada siswa untuk belajar melihat keterkaitan antar mata pelajaran
dalam hubungan yang berarti dan kontekstual bagi kehidupan nyata.
1.
Prinsip-prinsip
pembelajaran terpadu
a.
Prinsip penggalian
tema antara lain :
a)
Tema hendaknya
tidak terlalu luas, namun dengan mudah dapat digunakan memadukan banyak bidang
studi
b)
Tema harus bermakna
artinya bahwa tema yang dipilih untuk dikaji harus memberikan bekal bagi siswa
untuk belajar selanjutnya
c)
Tema harus
disesuaikan dengan tingkat perkembangan psikologis anak.
d)
Tema yang
dikembangkan harus mampu mewadahi sebagian besar minat anak
e)
Tema yang dipilih
hendaknya mempertimbangkan peristiwa-peristiwa otentik yang
terjadi dalam rentang waktu belajar,
f)
Tema yang dipilih hendaknya mempertimbangkan
kurikulum yang berlaku, serta harapan dari masyarakat
g)
Tema yang dipilih
hendaknya juga mempertimbangkan ketersediaan sumber belajar.
b.
Prinsip pelaksanaan
terpadu di antaranya :
a)
Guru hendaknya
jangan menjadi “single actor “ yang mendominasi pembicaraan dalam proses
belajar mengajar
b)
Pemberian tanggung
jawab individu dan kelompok harus jelas dalam setiap tugas yang menuntut
adanya kerjasama kelompok
c)
Guru perlu
akomodatif terhadap ide-ide yang terkadang sama sekali tidak terpikirkan dalam
poses perencanaan.
c.
Prinsip evaluatif
adalah :
a)
Memberi kesempatan
kepada siswa untuk melakukan evaluasi diri di samping bentuk evaluasi lainnya
b)
Guru perlu mengajak
siswa untuk mengevaluasi perolehan belajar yang telah dicapai berdasarkan
kriteria keberhasilan pencapaian tujuan yang telah disepakati dalam kontrak
d.
Prinsip reaksi
Dampak pengiring
(nuturan efek) yang penting bagi perilaku secara sadar belum tersentuh
oleh guru dalam kegiatan belajar mengajar. Karena itu, guru dituntut agar mampu
merencanakan dan melaksanakan pembelajaran sehingga tercapai secara tuntas
tujuan-tujuan pembelajaran. Guru harus bereaksi terhadap reaksi siswa dalam
semua “event “ yang tidak diarahkan ke aspek yang sempit tetapi ke suatu
kesatuan utuh dan bermakna.
Waktu pembelajaran terpadu bisa bermacam-macam yaitu :
Waktu pembelajaran terpadu bisa bermacam-macam yaitu :
a)
Pembelajaran
terpadu yang dilaksanakan pada waktu tertentu, yaitu apabila materi yang
dijalankan cocok sekali diajarkan secara terpadu;
b)
Pembelajaran
terpadu bersifat temporer, tanpa kepastian waktu dan bersifat situasional,
dimana pelaksanaannya tidak mengikuti jadwal yang teratur, pelaksanaan
pembelajaran terpadu secara spontan memiliki karakteristik dengan kegiatan
belajar sesuai kurikulum yang isinya masih terkotak-kotak berdasarkan mata
pelajaran. Walaupun demikian guru tetap harus merencanakan keterkaitan
konseptual atau antar pelajaran, dan model jaring laba-laba memungkinkan
dilaksanakan dengan pembelajaran terpadu secara spontan (tim pengembang PGSD,
1996)
c)
Ada pula yang melaksanakan pembelajaran
terpadu secara periodik, misalnya setiap akhir minggu, atau akhir catur wulan.
Waktu-waktunya telah dirancang secara pasti
d)
Ada pula yang melaksanakan pembelajaran
terpadu sehari penuh. Selama satu hari tidak ada pembelajaran yang lain, yang
ada siswa belajar dengan yang diinginkan. Siswa sibuk dengan urusannya
masing-masing.
Pembelajaran ini dikenal dengan istilah
“integrated day “ atau hari terpadu. Diawali dengan kegiatan pengelolaan kelas
yang meliputi penyiapan aspek-aspek kegiatan belajar, alat-alat, media dan
peralatan lainnya yang dapat menunjang terlaksananya pembelajaran terpadu.
Dalam tahap perencanaan guru memberikan arahan kepada murid tentang kegiatan
yang akan dilaksanakan, cara pelaksanaan kegiatan, dan cara siswa memperoleh
bantuan guru.
Implikasi dari pembelajaran terpadu,
bentuk hari terpadu, guru harus menentukan waktu maupun jumlah hari untuk
pelaksanaan kegiatan tersebut dan dapat diisi dengan kegiatan pembelajaran
terpadu model jaring laba-laba. Pembelajaran terpadu yang terbentuk dari tema
sentral.
Implementasinya menuntut dilakukannya
pengorganisasian kegiatan yang telah terstruktur. Pengorganisasian pada awal
kegiatan mencakup penentuan tema dengan mempertimbangkan alat, bahan, dan
sumber yang tersedia, jenis kegiatan serta cara guru membantu siswa. Untuk pelaksanaanya
guru bekerjasama dengan guru kelas lainnya dalam merancang kegiatan belajar
mengajar dengan memilih tema sentral transportasi dalam kehidupan.
2.
Ciri-ciri
pembelajaran terpadu
Hilda Karli dan Margaretha (2002:15)
mengemukakan beberapa ciri pembelajaran terpadu, yaitu sebagai berikut:
a.
Holisti
Suatu peristiwa
yang menjadi pusat perhatian dalam pembelajaran terpadu dikaji dari beberapa
bidang studi sekaligus untuk memahami suatu fenomena dari segala sisi.
b.
Bermakna
Keterkaitan antara
konsep-konsep lain akan menambah kebermaknaan konsep yang dipelajari dan
diharapkan anak mampu menerapkan perolehan belajarnya untuk memecahkan
masalah-masalah nyata di dalam kehidupannya.
c.
Pembelajaran
terpadu dikembangkan melalui pendekatan diskoveri-inquiri
Peserta didik
terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran yang secara tidak langsung
dapat memotivasi anak untuk belajar.
Sejalan dengan itu, Tim Pengembang PGSD
(1977:7) mengemukakan bahwa pembelajaran terpadu memiliki ciri-ciri berikut
ini.
a.
Berpusat pada anak
b.
Memberikan
pengalaman langsung pada anak
c.
Pemisahan antara
bidang studi tidak begitu jelas
d.
Memyajikan konsep
dari berbagai bidang studi dalam suatu proses pembelajaran.
e.
Bersikap luwes
f.
Hasil pembelajaran
dapat berkembang sesuai dengan minat dan kebutuhan anak.
3.
Model-model
pembelajaran terpadu
a.
Model Fragmented
Pembelajaran konvensional yang memisahkan disiplin ilmu atas beberapa materi pelajaran, tanpa adanya usaha untuk mengintegrasikan materi pelajaran.
Pembelajaran konvensional yang memisahkan disiplin ilmu atas beberapa materi pelajaran, tanpa adanya usaha untuk mengintegrasikan materi pelajaran.
b.
Model Connected
Materi pelajaran tertentu dapat disatukan pada induk materi pelajatran tertentu sehingga menjadi keutuhan dalam membentuk kemampuan dan menata butir-butir pembelajaran dan proses pembelajaran secara terpadu
Materi pelajaran tertentu dapat disatukan pada induk materi pelajatran tertentu sehingga menjadi keutuhan dalam membentuk kemampuan dan menata butir-butir pembelajaran dan proses pembelajaran secara terpadu
c.
Model Nested
Pemaduan berbagai bentuk penguasaan konsep keterampilan melalui sebuah kegiatan dengan mengembangkan daya imajinasi dan berfikir logis untuk menunjukan bentuk kemampuan keterampilan tertentu
Pemaduan berbagai bentuk penguasaan konsep keterampilan melalui sebuah kegiatan dengan mengembangkan daya imajinasi dan berfikir logis untuk menunjukan bentuk kemampuan keterampilan tertentu
d.
Model Sequenced
Model pemaduan topik-topik antar pelajaran yang berbeda secara paralel dengan cara mengajarkan materi yang memiliki kesamaan dalam upaya mengutuhkan materi tersebut.
Model pemaduan topik-topik antar pelajaran yang berbeda secara paralel dengan cara mengajarkan materi yang memiliki kesamaan dalam upaya mengutuhkan materi tersebut.
e.
Model Shared
Pemaduan pembelajaran akibat adanya “overlapping” konsep atau ide pada dua materi pelajaran atau lebih sehingga menjadi konsep yang utuh yang dapat menuntun siswa dalam membuka wawasan dan cara berfikir yang luas dan mendalam melalui pemahaman terhadap konsep secara lintas disiplin ilmu.
Pemaduan pembelajaran akibat adanya “overlapping” konsep atau ide pada dua materi pelajaran atau lebih sehingga menjadi konsep yang utuh yang dapat menuntun siswa dalam membuka wawasan dan cara berfikir yang luas dan mendalam melalui pemahaman terhadap konsep secara lintas disiplin ilmu.
f.
Model Webbed
Kegiatan pembelajaran yang memilki keterkaitan materi yang secara metodologis dapat dipadukan dengan memilih dan memilah tema/pokok bahasan
Kegiatan pembelajaran yang memilki keterkaitan materi yang secara metodologis dapat dipadukan dengan memilih dan memilah tema/pokok bahasan
g.
Model Theared
Merupakan pendekatan pembelajaran yang ditempuh dengan mengembangkan gagasan pokok, yang berfokus pada meta-curriculum.
Merupakan pendekatan pembelajaran yang ditempuh dengan mengembangkan gagasan pokok, yang berfokus pada meta-curriculum.
h.
Model Integrated
Pemaduan sejumlah topik dari mata pelajaran yang berbeda tetapi esensinya sama.
Pemaduan sejumlah topik dari mata pelajaran yang berbeda tetapi esensinya sama.
i.
Model Immersed
Model ini dirancang untuk membantu siswa dalam menyaring dan memadukan berbagai pengalaman dan pengetahuan dihubungkan dengan dengan medan pemakaiannya melalui pengintegrasian semua data dari setiap bidang studi dan disiplin dengan mengkaitkan gagasan-gagasan melalui minatnya.
Model ini dirancang untuk membantu siswa dalam menyaring dan memadukan berbagai pengalaman dan pengetahuan dihubungkan dengan dengan medan pemakaiannya melalui pengintegrasian semua data dari setiap bidang studi dan disiplin dengan mengkaitkan gagasan-gagasan melalui minatnya.
j.
Model Networked
Model pembelajaran yang mengendalikan kemungkinan pengubahan konsepsi, bentuk pemecahan masalah, maupun tuntutan bentuk keterampilan baru setelah siswa mengadakan studi lapangan dalam situasi, kondisi, maupun konteks yang berbeda.
Model pembelajaran yang mengendalikan kemungkinan pengubahan konsepsi, bentuk pemecahan masalah, maupun tuntutan bentuk keterampilan baru setelah siswa mengadakan studi lapangan dalam situasi, kondisi, maupun konteks yang berbeda.
4.
Kelebihan dan
kekurangan pembelajaran Integrated Learning
Pembelajaran terpadu memiliki kelebihan
dibandingkan dengan pendekatan konvensional, yaitu sebagai berikut.
a.
Pengalaman dan
kegiatan belajar peserta didik akan selalu relevan dengan tingkat perkembangan anak.
b.
Kegiatan yang
dipilih dapat disesuaikan dengan minat dan kebutuhan peserta didik.
c.
Seluruh kegiatan
belajar lebih bermakna bagi peserta didik sehingga hasil belajar akan dapat
bertahan lebih lama.
d.
Pembelajaran
terpadu menumbuhkembangkan keterampilan berpikir dan sosial peserta didik.
e.
Pembelajaran
terpadu menyajikan kegiatan yang bersifat pragmatis dengan permasalahan yang
sering ditemui dalam kehidupan/lingkungan riil peserta didik.
f.
Jika pembelajaran
terpadu dirancang bersama, dapat meningkatkan kerja sama antar guru bidang
kajian terkait, guru dengan peserta didik, peserta didik dengan peserta didik,
peserta didik/guru dengan nara sumber; sehingga belajar lebih menyenangkan,
belajar dalam situasi nyata, dan dalam konteks yang lebih bermakna
Di samping ada kelebihan di atas,
pembelajaran terpadu memiliki kelemahan, terutama dalam pelaksanaannya, yaitu
pada perancangan dan pelaksanaan evaluasi yang lebih banyak menuntut guru untuk
melakukan evaluasi proses, dan tidak hanya evaluasi dampak pembelajaran langsung
saja. Puskur, Balitbang Diknas (ttg:9) mengidentifikasi beberapa kelemahan
pembelajaran terpadu antara lain dapat ditinjau dari beberapa aspek, yaitu
sebagai berikut.
a.
Aspek Guru
Guru harus berwawasan luas, memiliki kreativitas tinggi, keterampilan metodologis yang handal, rasa percaya diri yang tinggi dan berani mengemas dan mengembangkan materi. Secara akademik, guru dituntut untuk terus menggali informasi ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan materi yang akan diajarkan dan banyak membaca buku agar penguasaan bahan ajar tidak terfokus pada bidang kajian tertentu saja
Guru harus berwawasan luas, memiliki kreativitas tinggi, keterampilan metodologis yang handal, rasa percaya diri yang tinggi dan berani mengemas dan mengembangkan materi. Secara akademik, guru dituntut untuk terus menggali informasi ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan materi yang akan diajarkan dan banyak membaca buku agar penguasaan bahan ajar tidak terfokus pada bidang kajian tertentu saja
b.
Aspek Peserta Didik
Pembelajaran terpadu memerlukan bahan bacaan atau sumber informasi yang cukup banyak dan bervariasi, mungkin juga fasilitas internet. Semua ini akan menunjang, memperkaya, dan mempermudah pengembangan wawasan. Bila sarana ini tidak dipenuhi, maka penerapan pembelajaran terpadu juga akan terlambat
Pembelajaran terpadu memerlukan bahan bacaan atau sumber informasi yang cukup banyak dan bervariasi, mungkin juga fasilitas internet. Semua ini akan menunjang, memperkaya, dan mempermudah pengembangan wawasan. Bila sarana ini tidak dipenuhi, maka penerapan pembelajaran terpadu juga akan terlambat
c.
Aspek Kurikulum
Kurikulum harus luwes, berorientasi pada pencapaian ketuntasan pemahaman peserta didik (bukan pada pencapaian target penyampaian materi). Guru perlu diberi kewenangan dalam mengembangkan materi, metode, penilaian keberhasilan pembelajaran peserta didik.
Kurikulum harus luwes, berorientasi pada pencapaian ketuntasan pemahaman peserta didik (bukan pada pencapaian target penyampaian materi). Guru perlu diberi kewenangan dalam mengembangkan materi, metode, penilaian keberhasilan pembelajaran peserta didik.
d.
Aspek Penilaian
Pembelajaran terpadu memerlukan cara penilaian yang menyeluruh (komprehensif), yaitu menetapkan keberhasilan belajar peserta didik dari beberapa bidang kajian terkait yang dipadukan.
Pembelajaran terpadu memerlukan cara penilaian yang menyeluruh (komprehensif), yaitu menetapkan keberhasilan belajar peserta didik dari beberapa bidang kajian terkait yang dipadukan.
e.
Aspek Suasana
Pembelajaran
Pembelajaran terpadu berkecenderungan mengutamakan salah satu bidang kajian dan ‘tenggelam’nya bidang kajian lain. Dengan kata lain, pada saat mengerjakan sebuah tema, maka guru berkecenderungan menekankan atau mengutamakan substansi gabungan tersebut sesuai dengan pemahaman, selera, dan latar belakang pendidikan guru itu sendiri.
Pembelajaran terpadu berkecenderungan mengutamakan salah satu bidang kajian dan ‘tenggelam’nya bidang kajian lain. Dengan kata lain, pada saat mengerjakan sebuah tema, maka guru berkecenderungan menekankan atau mengutamakan substansi gabungan tersebut sesuai dengan pemahaman, selera, dan latar belakang pendidikan guru itu sendiri.
5.
Pentingnya
pembelajaran terpadu diterapkan di tingkat Sekolah Dasar
Piaget mengemukakan bahwa perkembangan
intelektual anak meliputi tahapan:
a.
Sensori-motor
b.
Pra operasional
c.
Operasional
konkrit, dan
d.
Operasional formal
Anak-anak usia dini (2-8 th) berada pada
tahapan pra operasional dan operasional konkrit, sehingga kalau kita merujuk
pada teori ini, dalam praktik pembelajaran di kelas hendaknya guru
memperhatikan ciri-ciri perkembangan anak pada tahapan ini. Secara khusus pula
para ahli psikologi pendidikan anak mengemukakan bahwa perkembangan anak usia
dini bersifat holistik; perkembangan anak bersifat terpadu, di mana aspek
perkembangan yang satu terkait erat dan mempengaruhi aspek perkembangan
lainnya. Perkembangan fisik tidak bisa dipisahkan dari perkembangan mental,
sosial, dan emosional ataupun sebaliknya, dan perkembangan itu akan terpadu
dengan pengalaman, kehidupan, dan lingkungannya.
Merujuk pada teori-teori belajar, di
antaranya teori Piaget, maka dalam pembelajaran di jenjang SD kelas rendah
hendaknya kita menggunakan pendekatan yang berorientasi pada kebutuhan
perkembangan anak (DAP atau Developmentally Appropiate Practice). Penggunaan
pendekatan DAP ini mengacu pada beberapa asas yang harus diperhatikan oleh
guru, yaitu:
a.
Asas kedekatan
Pembelajaran
dimulai dari yang dekat dan dapat dijangkau oleh anak
b.
Asas faktual
Pembelajaran
hendaknya menapak pada hal-hal yang faktual (konkrit) mengarah pada konseptual
(abstrak)
c.
Asas holistik dan
integrative
Pembelajaran
hendaknya tidak memilah-milah topik pelajaran, guru harus memikirkan segala
sesuatu yang akan dipelajari anak sebagai suatu kesatuan yang utuh dan terpadu
d.
Asas kebermaknaan
Pembelajaran
hendaknya penuh makna dengan menciptakan banyak proses manipulatif sambil
bermain.
Model pembelajaran terpadu tidak hanya
cocok untuk peserta didik usia dini, namun bisa juga digunakan untuk peserta
didik pada satuan pendidikan SMP/MTs dan SMA/MA, karena pada hakikatnya model
pembelajaran ini merupakan suatu pendekatan pembelajaran yang memungkinkan
peserta didik baik secara individual maupun kelompok aktif mencari, menggali,
dan menemukan konsep serta prinsip secara holistik dan otentik (Depdikbud:
1996:3).
Beberapa alasan pembelajaran terpadu
cocok digunakan di tingkat SD sebagai berikut.
a.
Pendidikan di SD
harus memperhatikan perkembangan intelektual anak. Sesuai dengan taraf
perkembangannya, anak SD melihat dunia sekitarnya secara menyeluruh, mereka
belum dapat memisah-misahkan bahan kajian yang satu dengan yang lain
b.
Di samping
memperhatikan perkembangan intelektual anak, guru juga harus mengurangi dampak
dari fenomena ini di antaranya anak tidak mampu melihat dan memecahkan masalah
dari berbagai sisi, karena ia terbiasa berfikir secara fragmentasi, anak
dikhawatirkan tidak memiliki cakrawala pandang yang luas dan integratif.
Cakrawala pandang yang luas diperlukan dalam memecahkan permasalahan yang akan
mereka hadapi nanti di masyarakat. Jadi merupakan bekal hidup yang sehat dalam
memandang manusia secara utuh.
H.
Broad Based Learning
Broad based learning disebut juga pendidikan berbasis luas, yaitu pendidikan yang dapat
membekali siswa dengan kecakapan generic atau kecakapan hidup yang
bersifat umum, yang memungkinkan mereka dapat memiliki kecakapan akademik dan
atau kejuruan, sehingga mereka dapat memasuki dunia kerja dalam berbagai bidang
keahlian, sesuai dengan minat, bakat dan kemampuannya.
Tujuan semua mata pelajaran
pada kurikulum 1994/1999 dapat dirumuskan dalam bentuk kemampuan dasar atau
kompetensi dasar. Dengan Kurikulum 1994/1999 yang bersifat Subject Matter
Curriculum, guru dapat menyelenggarakan pembelajaran berbasis kompetensi.
Kecakapan hidup dapat
didefinisikan sebagai suatu kecakapan mengaplikasikan kemampuan dasar keilmuan
atau kemampuan dasar kejuruan dalam kehidupannya sehari-hari, sehingga bermakna
dan bermanfaat bagi peningkatan taraf kehidupannya, serta harkat dan
martabatnya dan juga memberikan manfaat bagi masyarakat dan lingkungannya.
Kecakapan hidup sebagai hasil pembelajaran,terdiri atas :
Kecakapan hidup sebagai hasil pembelajaran,terdiri atas :
2)
Kecakapan hidup
yang bersifat umum (general life skill)
3)
kecakapan hidup
yang bersifat khusus (specific life skill)
a) kecakapan hidup yang bersifat umum terdiri dari :
a) kecakapan hidup yang bersifat umum terdiri dari :
a. Kecakapan personal dengan komponennya :
·
Kecakapan belajar
(learning to learn)
·
Kecakapan
beradaptasi (adaptability)
·
Kecakapan
menanggulangi (cope ability)
·
Motivasi
·
Kecakapan mengenal
diri (self awarenes)
·
Kemandirian
·
Tanggung jawab
b. Pecakapan sosial dengan komponennya :
· Kecakapan berkomunikasi
· Kecakapan bekerja kooperatif dan kolaboratif (bekerja
dalam kelompok)
· Solidaritas
· Kecakapan hidup yg bersifat specific merupakan kecakapan
keahlian dalam bentuk
c. Kecakapan akademik dan
d. Kecakapan vocasional
Kecakapan
belajar (learning to learn)yang
bersifat proses adalah kecakapan generic (generic
life skill) memungkinkan siswa dapat menguasai konsep keilmuan (kecakapan
akademik) dan atau kecakapan kejuruan. Konsep-konsep kunci keilmuan dapat
ditransfer kepada disiplin ilmu lainnya, sehingga siswa yang memiliki kecakapan
dasar akademik dapat beradaptasi dengan pertumbuhan ilmu pengetahuan dan
teknologi, oleh karena itu dalam pendidikan kejuruan bidang studi akademik
disebut sebagai program adaptif.
Model
pembelajaran kooperatif-kolaboratif memungkinkan siswa memiliki kecakapan
social seperti kecakapan bekerja kooperatif, kolaboratif dan solidaritas
Dari uraian tersebut diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa hasil belajar siswa bukan berupa hafalan tentang materi pengetahuan, melainkn kompetensi dasar keilmuan dan atau kejuruan berbasis nilai agama, yang bermanfaat dalam kehidupannya, yang dapat dikembangkannya sendiri di kemudian hari dalam masyarakat masa depan yaitu masyarakat belajar.
Dari uraian tersebut diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa hasil belajar siswa bukan berupa hafalan tentang materi pengetahuan, melainkn kompetensi dasar keilmuan dan atau kejuruan berbasis nilai agama, yang bermanfaat dalam kehidupannya, yang dapat dikembangkannya sendiri di kemudian hari dalam masyarakat masa depan yaitu masyarakat belajar.
I.
Resource Based Learning
Resource Based
Learning (RBL) adalah proses pembelajaran yang langsung menghadapkan peserta didik
dengan satu atau sejumlah sumber belajar secara individual atau kelompok dengan
segala kegiatan yang bertalian dengan itu, jadi bukan dengan cara yang
konvensional dimana guru menyampaikan bahan pelajaran kepada peserta didik.
Dalam model Resource Based Learning (RBL), guru bukan merupakan sumber belajar
satu-satunya. Peserta didik dapat belajar dalam kelas, dalam laboratorium,
dalam ruang perpustakaan, dalam ruang sumber belajar yang khusus atau bahkan di
luar sekolah, bila ia mempelajari lingkungan yang berhubungan dengan tugas atau
masalah tertentu.
Belajar berdasarkan sumber atau resource
based learning, bukan sesuatu yang berdiri sendiri, melainkan bertalian
dengan sejumlah perubahan-perubahan yang mempengaruhi pembinaan kurikulum.
Perubahan perubahan itu mengenai:
a.
Perubahan dalam sifat dan pola ilmu pengetahuan manusia
b.
Perubahan dalam masyarakat dan tafsiran kita tentang
tuntutannya
c.
Perubahan tentang pengertian kita tentang anak dan
caranya belajar
d.
Perubahan dalam media komunikasi
1.
Ciri-ciri belajar berdasarkan sumber (resource based
learning), yaitu:
a.
Memanfaatkan sepenuhnya segala sumber informasi sebagai
sumber bagi pelajaran termasuk alat-alat audio visual dan memberi kesempatan
untuk merencanakan kegiatan belajar dengan mempertimbangkan sumber-sumber yang
tersedia
b.
Berusaha memberi pengertian kepada peserta didik tentang
luas dan aneka ragamnya sumber-sumber informasi yang dapat dimanfaatkan untuk
belajar
c.
Berhasrat untuk mengganti pasivitas peserta didik dalam
belajar tradisional dengan belajar aktif didorong oleh minat dan keterlibatan
diri dalam pendidikannya
d.
Berusaha untuk meningkatkan motivasi belajar dengan
menyajikan berbagai kemungkinan tentang bahan pelajaran, metode kerja, dan
medium komunikasi yang berbeda sekali dengan cara konvensional
e.
Memberi kesempatan kepada peserta didik untuk bekerja
menurut kecepatan dan kesanggupan masing-masing
f.
Lebih flexibel dalam penggunaan waktu dan ruang belajar
g.
Berusaha mengembangkan kepercayaan diri peserta didik
dalam hal belajar.
J.
Contextual
Learning
Menurut
cahyo (2013: 150) pembelajaran kontekstual (contextual
teaching and learning/ CTL) merupakan suatu proses pendidikan yang holistik
dan bertujuan memotivasi siswa untuk memahami makna materi pelajaran yang
dipelajarinya dengan mengaitkan materi tersebut dengan mengaitkan materi
tersebut dengan konteks kehidupan mereka sehari-hari (konteks pribadi, sosial,
dan kultural). Sehingga, siswa memiliki pengetahuan/keterampilan yang secara
fleksibel dapat diterapkan (ditransfer) dari satu permasalahan/konteks ke
permasalahan/konteks lainnya.
CTL
merupakan suatu konsep belajar dimana guru menghadirkan situasi dunia nyata ke
dalam kelas dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang
dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga
dan masyarakat. Dengan konsep ini, hasil pembelajaran diharapkan lebih bermakna
bagi siswa. Proses pembelajaran berlangsung lebih alamiah dalam bentuk kegiatan
siswa bekerja dan mengalami, bukan transfer pengetahuan dari guru ke siswa.
Pembelajaran
kontekstual dengan pendekatan konstruktivisme dipandang sebagai salah satu
strategi yang memenuhi prinsip-prinsip pembelajaran berbasis kompetensi. Dengan
lima strategi pembelajaran kontekstual (contextual
teaching and learning), yaitu relating,
experiencing, applying, cooperating, dan transferring diharapkan peserta didik mampu mencapai kompetensi
secara maksimal.
Dalam
kelas kontekstual, tugas guru adalah membantu siswa mencapai tujuannya. Guru
lebih banyak berurusan dengan strategi daripada memberi informasi. Tugas guru
mengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja bersama untuk menemukan sesuatu
yang baru bagi anggota kelas (siswa). Sesuatu yang baru datang dari menemukan
sendiri bukan dari apa kata guru. Begitulah peran guru di kelas yang di kelola
dengan pendekatan kontekstual.
Dengan
demikian, pendekatan kontekstual adalah konsep belajar atau pendekatan
pembelajaran yang dapat digunakan untuk membantu guru dalam mengaitkan antara
materi pembelajaran atau materi yang dipelajari dengan kehidupan nyata siswa
sehari-hari, baik dalam lingkungan, sekolah, masyarakat, maupun warga Negara,
dengan tujuan untuk menemukan makna materi tersebut bagi kehidupannya dan
menjadikannya dasar pengambilan keputusan atas pemecahan masalah yang akan dihadapi siswa dalam kehidupan sehari-hari
1.
Karakteristik
pembelajaran kontekstual
Menurut muslich (2007),
pembelajaran dengan pendekatan kontekstual mempunyai karakteristik sebagai
berikut :
a.
Pembelajaran
dilaksanakan dalam konteks autentik, yaitu pembelajaran yang diarahkan pada ketercapaian
keterampilan dalam konteks kehidupan nyata atau pembelajaran yang dilaksanakan
dalam lingkungan yang alamiah (learning
in real life setting).
b.
Pembelajaran
memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengerjakan tugas-tugas yang bermakna
(meaningful learning)
c.
Pembelajaran
dilaksanakan dengan memberikan pengalaman bermakna kepada siswa (learning by doing)
d.
Pembelajaran
dilaksanakan melalui kerja kelompok, berdiskusi, dan saling mengoreksi antar
teman (learning in group)
e.
Pembelajaran
memberikan kesempatan kepada siswa untuk menciptakan rasa kebersamaan, bekerja
sama, dan saling memahami antara satu dengan yang lain secara mendalam (learning to know each other deeply)
f.
Pembelajaran
dilaksanakan secara aktif, kreatif, produktif, dan mementingkan kerja sama (learning to ask, to inquiry, to work
together)
g.
Pembelajaran
dilaksanakan dalam situasi yang menyenangkan (learning as an enjoy activity)
Dari pendapat tersebut maka dapat disimpulkan bahwa
pembelajaran kontekstual adalah pembelajaran yang mempunyai ciri khusus dalam
pelaksanaannya meliputi: learning in real
life setting, meaningful learning, learning by doing, learning in group,
learning to know each other deeply, learning to ask, to inquiry, to work
together, dan learning as enjoy
activity dengan berpedoman konsep keterkaitan (relating), konsep pengalaman langsung (experience), konsep aplikasi (applying),
konsep kerja sama (cooperating),
konsep pengaturan diri (self-regulating),
dan konsep penilaian autentik (authentic
assessment) dalam penerapannya di kelas agar siswa mampu membuat hubungan
antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka
sehari-hari, baik dalam lingkungan, sekolah, masyarakat maupun warga Negara.
2.
Aplikasi model
kontekstual learning
Sebuah kelas dikatakan
menggunakan pendekatan kontekstual jika menerapkan ketujuh komponen sebagaimana
yang telah dijelaskan sebelumnya dalam pembelajarannya. Untuk melaksanakan
pendekatan kontekstual dapat diterapkan dalam kurikulum apa saja, bidang studi
apa saja dan kelas yang bagaimanapun keadaannya.
Pendekatan CTL dalam kelas
cukup mudah. Secara garis besar, langkahnya sebagai berikut :
a.
Kembangkan
pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna dengan cara bekerja sendiri,
dan mengonstruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan barunya
b.
Laksanakan sejauh
mungkin inkuiri untuk semua topik
c.
Kembangkan sifat
ingin tahu siswa dengan bertanya
d.
Ciptakan masyarakat
belajar
e.
Hadirkan model
sebagai contoh pembelajaran
f.
Lakukan refleksi di
akhir pertemuan
g.
Lakukan penilaian
yang sebenarnya dengan berbagai cara
Dalam
menerapkan pembelajaran kontekstual di kelas, seorang guru harus memperhatikan
tujuh komponen CTL sebagai berikut:
a.
Komponen
konstruktivisme
Kegiatan yang dilakukan pada
komponen ini adalah siswa member komentar atau tanggapan terhadap alat peraga
yang diberikan berdasar pada pertanyaan yang diberikan pada guru atau siswa
lainnya. Guru juga mengarahkan siswa dalam menemukan konsep-konsep dalam materi
pelajaran. Hal ini dilakukan agar siswa mampu membangun pemahaman sendiri dari
pengalaman baru berdasar pada pengetahuan awal. Oleh karena itu, pembelajaran
harus dikemas menjadi proses “mengonstruksi” bukan menerima pengetahuan
b.
Komponen bertanya
Disini kegiatan guru untuk
mendorong, membimbing, dan menilai kemampuan berpikir siswa, terutama terhadap
siswa yang merupakan bagian penting dalam proses pembelajaran yang berbasis
inkuiri.
c.
Komponen menemukan
Kegiatan yang dilakukan pada
komponen menemukan adalah guru membimbing siswa untuk mengumpulkan informasi
yang sesuai melalui observasi dan memanipulasi alat peraga dengan mengaitkan
antara masalah dengan konteks keseharian siswa sehingga dari mengamati siswa
dapat memahami masalah tersebut.
d.
Komponen masyarakat
belajar
Kegiatan yang dilakukan pada
komponen masyarakat belajar adalah guru membimbing siswa dalam
kelompok-kelompok belajar dalam mengatasi masalah. Di dalam kelompok belajar
tersebut, ditekankan untuk saling belajar antara satu siswa dengan siswa lain
dalam satu kelompok. Hal ini dimungkinkan agar tertukar ide dan pengalaman
masing-masing siswa karena antara satu siswa dengan siswa lainnya memiliki
karakter dan pemahaman yang berbeda-beda.
e.
Komponen pemodelan
Kegiatan yang dilakukan pada
komponen masyarakat belajar adalah guru membagikan alat peraga yang sesuai
dengan materi yang diajarkan. Karena itu, guru sebaiknya menampilkan suatu
contoh agar siswa berpikir, bekerja dan belajar. Di sini, siswa juga harus
mengerjakan apa yang guru inginkan agar siswa mengerjakannya.
f.
Komponen refleksi
Melakukan refleksi terhadap
proses pemecahan masalah yang dilakukan berupa membahas hasil pekerjaan siswa
serta menyimpulkan isi materi yang telah diajarkan. Di sini, siswa berpikir
tentang apa yang telah dipelajari dan mencatatnya dengan teliti. Bisa juga poin
refleksi tersebut yang berhasil dicatat kemudian dibuat semacam jurnal, karya
tulis atau lainnya.
g.
Komponen penilaian
yang sebenarnya
Kegiatan yang dilakukan pada
komponen penilaian yang sebenarnya adalah dengan mengukur dan mengevaluasi
penyelidikan siswa dan proses-proses yang mereka gunakan. Hal ini bertujuan
untuk mengukur sejauh mana pengetahuan dan keterampilan dari masing-masing
siswa atau kelompok. Cara ini bisa dilakukan dengan member penilaian terhadap
produk dan tugas-tugas yang relevan dan kontekstual (Cahyo, 2013: 276).
K.
Active
Learning
Active learning
(belajar aktif) merupakan suatu pendekatan dalam pengelolaan sistem
pembelajaran melalui cara-cara belajar yang aktif menuju belajar yang mandiri.
Kemampuan belajar mendiri ini merupakan tujuan akhir dari pembelajaran aktif.
Kegiatan pembelajaran harus dirancang dengan baik agar bermakna bagi peserta
didik. Belajar yang bermakna terjadi bila peserta didik mampu memutuskan apa
yang akan dipelajari dan bagaimana cara mempelajarinya.
Istilah active learning mengacu kepada teknik instruksional interaktif yang
mengharuskan siswa melakukan pemikiran tingkat tinggi seperti analisis,
sintesis, dan evaluasi. Mereka dapat menunjukkan kemampuannyam menganalisis,
sintesis, dan mengevaluasi melalui proyek, presentasi, eksperimen, simulasi,
internships, praktikum, proyek studi independen, pengajaran kepada sejawat,
permainan peran, atau dokumen tertulis.
Belajar aktif merupakan
strategi belajar yang diartikan sebagai proses belajar mengajar yang
menggunakan berbagai metode yang menitikberatkan kepada keaktifan siswa dan
melibatkan berbagai potensi siswa, baik yang bersifat fisik, mental, emosional
maupun intelektual untuk mencapai tujuan pendidikan yang berhubungan dengan wawasan kognitif,
afektif, dan psikoomotorik secara optimal.
Dari penjelasan ini dapat
diambil satu kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan pendekatan belajar aktif
adalah suatu cara atau strategi belajar mengajar yang menuntut keaktifan dan
partisipasi peserta didik seoptimal mungkin sehingga peserta didik mampu
mengubah tingkah lakunya secara efektif dan efisien dalam kehidupan mereka
sehari-hari.
1.
Komponen-komponen
dan pendukung belajar aktif
Salah
satu karakteristik dari pembelajaran yang menggunakan metode belajar aktif
adalah adanya keaktifan siswa dan guru, sehingga tercipta suasana belajar
aktif. Untuk menciptakan suasana belajar aktif tidak lepas dari beberapa
komponen yang mendukungnya. Komponen-komponen metode belajar aktif dalam proses
belajar mengajar adalah sebagai berikut:
a.
Pengalaman
Menurut
sukandi (2003). Pengalaman langsung akan mengaktifkan lebih banyak indra dari
pada hanya melalui mendengarkan. Sedangkan zuhairini (1993) berpendapat bahwa
cara mendapatkan suatu pengalaman adalah dengan mempelajari, mengalami, dan
melakukan sendiri. Melalui membaca, siswa lebih menguasai materi pelajaran yang
mereka pelajari dari pada hanya mendengarkan penjelasan dari guru.
b.
Interaksi
Belajar
akan terjadi dan meningkat kualitasnya bila berlangsung dalam suasana diskusi
dengan orang lain, berdiskusi, saling bertanya dan mempertanyakan pendapat kita
atau apa yang kita kerjakan, maka kita terpacu untuk berpikir menguraikan lebih
jelas lagi sehingga kualitas pendapat itu menjadi lebih baik. Diskusi, dialog,
dan tukar gagasan akan membantu anak mengenal hubungan-hubungan baru tentang
sesuatu dan membantu memiliki pemahaman yang lebih baik. Anak perlu berbicara
secara bebas dan tidak terbayang-bayangi dengan rasa takut sekalipun dengan
pernyataan yang menuntut (alasan/argumen). Argument dapat membantu mengoreksi
pendapat asalkan didasarkan pada bukti.
c.
Komunikasi
Komunikasi dalam proses belajar
mengajar sangat penting. Pengungkapan pikiran dan perasaan, baik secara lisan
maupun tulisan, merupakan kebutuhan setiap manusia dalam rangka mengungkapkan
dirinya untuk mencapai kepuasan. Pengungkapan pikiran, baik dalam rangka
mengemukakan gagasan sendiri maupun menilai gagasan orang lain, akan
memantapkan pemahaman seseorang tentang apa yang sedang dipikirkan atau di
pelajari.
d.
Refleksi
Bila seseorang mengungkapkan
gagasannya kepada orang lain dan mendapat tanggapan, maka orang itu akan
merenungkan kembali (merefleksi) gagasannya, kemudian melakukan perbaikan,
sehingga memiliki gagasan-gagasan yang lebih mantap. Refleksi dapat terjadi
akibat adanya interaksi dan komunikasi. Umpan balik dari guru atau siswa lain
terhadap hasil kerja seorang siswa yang berupa pernyataan yang menantang
(membuat siswa berpikir) dapat merupakan pemicu bagi siswa untuk melakukan
refleksi tentang apa yang sedang dipikirkan atau dipelajari.
2.
Aplikasi model active
learning
Pembelajaran aktif dapat
dipraktikkan dengan berbagai model. Berikut ini adalah beberapa metode/strategi
pembelajaran aktif yang dapat digunakan dalam proses belajar mengajar
a.
Pembelajaran terbimbing (Guided Teaching)
Metode pembelajaran terbimbing
merupakan selingan yang mengasyikkan di sela-sela cara pengajaran biasa. Cara
ini memunginkan guru untuk mengetahui apa yang telah diketahui dan dipahami
oleh siswa sebelum memaparkan apa yang guru ajarkan. Metode ini sangat berguna
dalam mengajarkan konsep-konseo abstrak.
Langkah-langkah praktik
pengajaran terbimbing sebagai berikut :
a)
Ajukan pertanyaan
atau serangkaian pernyataan yang menjajaki pemikiran siswa dan pengetahuan yang
mereka miliki. Gunakan pertanyaan yang memiliki beberapa kemungkinanjawaban,
misalnya, “bagaimana kamu menjelaskan seberapa cerdas seseorang?”
b)
Berikan waktu yang
cukup kepada siswa secara berpasangan atau berkelompok untuk membahas jawaban
mereka
c)
Perintahkan siswa
untuk kembali ke tempat masing-masing dan catatlah pendapat mereka. Jika
memungkinkan, seleksilah jawaban mereka menjadi beberapa kategori terpisah yang
terkait dengan kategori atau konsep yang berbeda semisal “kemampuan membuat
mesin” pada kategori kecerdasan kinestetik tubuh
d)
Sajikan poin-poin
pembelajaran utama yang ingin anda ajarkan. Perintahkan siswa untuk menjelaskan
kesesuaian jawaban mereka dengan poin-poin ini. Catatlah gagasan yang member
informasi tambahan bagi poin pembelajaran dari pelajaran anda.
b.
Pemecahan masalah
(Problem Solving)
Strategi pemecahan masalah
adalah salah satu strategi yang mendorong siswa mengawasi langkah-langkah yang
mereka gunakan dalam memecahkan satu masalah. Mereka akan menunjukkan dan
menjelaskan bagaimana mereka menyelesaikan masalah itu. Dengan menganalisis langkah-langkah
yang rinci, guru dapat memperoleh informasi yang berharga tentang kecakapan
pemecahan masalah yang dimiliki oleh siswa-siswa. Untuk menjadi pemecah
masalah, siswa perlu belajar berbuat dari pada hanya mengoreksi jawaban-jawaban
masalah yang ada dalam buku teks.
Langkah-langkah yang dapat
ditempuh adalah sebagai berikut :
a)
Pilihlah satu, dua,
atau tiga masalah di antara masalah-masalah yang telah di pelajari oleh siswa
b)
Pecahkan sendiri
(guru) masalah-masalah itu dan tulis semua langkah-langkah atau prosedur yang
dilalui untuk memecahkan masalah itu. (catat berapa lama anda menyelesaikan
masalah itu).
c)
Kalau anda
mendapati bahwa masalah tersebut memerlukan waktu yang banyak atau terlalu
sulit, ganti dengan yang lain
d)
Sewaktu anda
mendapatkan satu masalah yang bagu yang anda dapat pecahkan dan dokumentasikan
kurang dari tiga puluh menit, berikan mereka kepada siswa. (asumsikan bahwa
siswa akan menyelesaikan sekitar satu jam)
e)
Buatlah perintah
atau petunjuk kerja dengan sangat jelas
f)
Berikan dan jelaskan
evaluasi masalah-masalah kepada siswa
g)
Jelaskan kepada
mereka bahwa ini bukan tes aatu ulangan atau kuis
h)
Berikan waktu yang
layak kepada siswa untuk mengerjakan tugas ini
i)
Setelah siswa
mengerjakan tugas, anda mengumpulkannya dan siap untuk melakukan koreksi atau
evaluasinya dengan kriteria yang sudah dibuat
j)
Setelah dikoreksi,
anda mengembalikannya kepada siswa
DAFTAR RUJUKAN
Cahyo,
Agus. 2013. Panduan Aplikasi Teori-Teori
Belajar Mengajar Teraktual dan Terpopuler. Jogjakarta: DIVA PRESS
Dodo,
Teguh. 2014. Macam-macam model dan Metode
Pembelajaran, (Online), (https://teguhtdodo.wordpress.com/2014/08/02/41-macam-model-metode-pembelajaran-efektif/),
di akses 4 April 2015
Gintings,
Abdorrakhman. 2008. Esensi Praktis
Belajar dan Pembelajaran. Bandung: Humaniora
Miduk,
Jhon. 2014. Makalah Integrated Learning,
(Online), (http://jhonmiduk8.blogspot.com/2014/06/makalah-integrated-learning.html),
di akses 4 April 2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar